Perovskit, mineral perovskit, telah menarik perhatian yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam ilmu material. Mineral dengan rumus kimia CaTiO3 ini tidak hanya ada di alam, tetapi struktur kristalnya yang unik juga menghadirkan kemungkinan yang tak terbatas. Sejak tahun 1839, mineral ini ditemukan di Pegunungan Ural Rusia. Selanjutnya, karakteristik struktur kristalnya secara bertahap terungkap, membuat perovskit memasuki bidang ilmu material.
Struktur perovskit memungkinkannya untuk menanamkan berbagai kation, yang membuka jalan bagi pengembangan beragam material rekayasa.
Penemuan perovskit dimulai pada abad ke-19, ketika ditemukan di Pegunungan Ural Rusia oleh ahli mineralogi Jerman Gustav Rose. Nama mineral ini berasal dari mineral perovskit, yang pertama kali ditemukan pada tahun 1939 oleh ahli mineralogi Rusia Lev Perovski dan kemudian oleh Victor Goldschmidt pada tahun 1926. Penjelasan penting dibuat mengenai struktur kristalnya.
Struktur kristal perovskit sangat unik. Ia mengkristal dalam grup ruang Pbnm dan memiliki struktur hampir kubik. Kation situs A perovskit biasanya berupa unsur tanah alkali atau tanah jarang, sedangkan kation situs B adalah unsur logam transisi. Struktur ini memberikan perovskit sifat fisik yang sangat baik seperti kilau metalik, kerapuhan, dan belahan tidak lengkap, dengan warna berkisar dari hitam dan cokelat hingga abu-abu dan jingga.
Perovskit tidak hanya memiliki struktur kristal yang stabil, tetapi juga merupakan material potensial untuk banyak aplikasi teknologi baru.
Di bidang ilmu material, potensi aplikasi perovskit tidak diragukan lagi menjadi salah satu alasan mengapa perovskit disukai. Terutama dalam pengembangan sel surya, perovskit banyak digunakan sebagai alternatif bahan silikon tradisional. Karena biaya produksinya yang rendah dan efisiensi konversi fotolistrik yang sangat baik, teknologi sel surya perovskit menjadi semakin matang, menarik para peneliti dan perusahaan di seluruh dunia.
Meskipun memiliki potensi besar, perovskit masih menghadapi tantangan dalam aplikasi praktis. Secara khusus, perovskit masih perlu ditingkatkan dalam hal stabilitas lingkungan dan daya tahan jangka panjang. Selain itu, banyak bahan perovskit mungkin mengandung logam berbahaya seperti timbal, yang juga menimbulkan masalah lingkungan. Oleh karena itu, para peneliti bekerja keras untuk menemukan bahan alternatif guna mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Pemanfaatan perovskit secara luas dalam ilmu material berpotensi mengubah tidak hanya industri energi tetapi juga bidang lain seperti elektronik, optik, dan katalisis.
Penemuan dan potensi penerapan perovskit telah jelas merevolusi ilmu material modern. Dengan kemajuan teknologi, perovskit dapat menjadi landasan penting berbagai industri dalam waktu dekat. Namun, sambil menikmati kemudahan yang dibawa oleh keajaiban ini, haruskah kita juga memikirkan dampaknya terhadap lingkungan dan masa depan?