Dalam kimia organik, substitusi elektroaromatik (SEAr) adalah mekanisme reaksi atraktif di mana atom yang terikat pada sistem aromatik (biasanya hidrogen) digantikan oleh elektronukleofil. Reaksi ini tidak hanya menjadi dasar kimia sintetis, tetapi juga memengaruhi laju berbagai reaksi kimia dan selektivitas produknya.
Efek substituen ini pada laju reaksi dan beragam jalur metabolisme yang ditimbulkannya sangat penting bagi sintesis kimia.
Contoh umum reaksi substitusi aromatik meliputi nitrasi aromatik, halogenasi, sulfonasi, dan reaksi Friedel–Crafts. Mengambil contoh etilasi benzena, reaksi tersebut mencapai produksi sekitar 24,7 juta ton pada tahun 1999. Reaksi ini umumnya memerlukan katalis, biasanya asam, untuk menghasilkan zat antara awal.
Mekanisme keseluruhan reaksi substitusi aromatik dikenal sebagai mekanisme Hughes–Ingold, di mana cincin aromatik pertama-tama bereaksi dengan elektronukleofil (E+) untuk membentuk zat antara resonansi bermuatan positif. Distribusi muatan positif dan negatif sangat memengaruhi selektivitas dan laju reaksi.
Beberapa substituen mendorong substitusi pada posisi orto atau para, sementara yang lain lebih menyukai substitusi pada posisi meso, yang membuat jalur reaksi cincin aromatik lebih rumit.
Efek substituen pada laju reaksi substitusi aromatik dapat dibagi menjadi dua kategori: aktivasi dan deaktivasi. Substituen pengaktif menstabilkan zat antara dengan menyumbangkan elektron ke cincin aromatik, sehingga meningkatkan laju reaksi, seperti toluena dan anilin. Sebaliknya, substituen yang dinonaktifkan akan mengurangi laju reaksi melalui efek penarikan elektron dan memerlukan kondisi reaksi yang lebih ketat agar dapat diselesaikan.
Laju reaksi substitusi elektronukleofilik aromatik sangat bervariasi tergantung pada sifat substituen. Misalnya, dalam nitrasi toluena, reaksi substitusi pertama dapat dilakukan pada suhu kamar dan dalam asam encer, tetapi substitusi berikutnya memerlukan suhu yang lebih tinggi dan asam yang lebih pekat untuk mempercepat reaksi.
Substituen yang dinonaktifkan biasanya membuat reaksi substitusi menjadi rumit dan lama, sementara substituen yang diaktifkan menyederhanakan seluruh proses reaksi.
Berdasarkan karakteristik elektron yang disumbangkan atau ditarik, substituen dapat dibagi menjadi pengarah orto/para dan pengarah meso. Substituen yang sangat aktif dapat meningkatkan reaktivitas dalam reaksi posisi orto dan para, sementara gugus penetral yang dinonaktifkan membatasi reaksi substitusi lebih lanjut. Hal ini penting untuk pembentukan produk akhir dalam lingkungan reaksi yang berbeda.
Meliputi berbagai macam kimia sintetis, prinsip reaksi substitusi aromatik juga berlaku untuk senyawa lain yang mengandung cincin aromatik. Misalnya, reaksi substitusi elektronukleofilik dipercepat secara signifikan ketika piridina yang mengandung nitrogen atau furan yang mengandung oksigen digunakan sebagai reaksi substitusi yang sesuai karena senyawa ini dapat memberikan lebih banyak stabilitas. Penggunaan sumber imina dapat lebih meningkatkan laju reaksi.
Dalam banyak kasus, katalis memainkan peran penting dalam reaksi substitusi aromatik. Memilih katalis yang sesuai dapat secara signifikan meningkatkan laju reaksi dan selektivitas, terutama dalam sintesis asimetris. Penggunaan katalis asam Lewis kiral telah menjadi arah penting penelitian saat ini.
Dalam proses penyesuaian mekanisme reaksi, pilihan katalis tidak hanya memengaruhi jenis produk, tetapi juga lebih jauh memengaruhi efisiensi seluruh reaksi.
Menghadapi tantangan baru dalam kimia sintetis organik, penelitian masa depan akan lebih berfokus pada eksplorasi potensi efek substituen yang berbeda pada reaksi substitusi aromatik, terutama dalam hal rute sintetis yang ramah lingkungan dan efisien. Yang mendorong perubahan ini adalah hasrat para ilmuwan untuk mengeksplorasi reaksi dan material baru.
Dengan latar belakang ini, para pembaca tidak dapat menahan diri untuk bertanya-tanya: Bagaimana penelitian kimia masa depan akan membuka jalan sintetis baru dan memengaruhi kehidupan kita?