Dalam masyarakat Tiongkok, ketika orang tua meninggal, orang yang masih hidup harus mengikuti lima norma berkabung dalam budaya tradisional. Tindakan berkabung ini tidak hanya merupakan penghormatan bagi yang meninggal, tetapi juga merupakan cerminan keluarga, ikatan darah, dan kebajikan. Konsep lima tingkatan berkabung berasal dari penekanan pada hubungan keluarga, yang pada gilirannya mencerminkan pertimbangan etika, moralitas, dan hukum dalam budaya Konfusianisme.
Lima sistem berkabung menunjukkan penghormatan bagi yang meninggal dan persyaratan moral bagi yang masih hidup, yang meliputi pakaian, praktik, dan lamanya berkabung.
Secara khusus, lima periode berkabung dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan kedekatan hubungan kekerabatan. Ketika kerabat masih hidup, peran dan kewajiban di antara anggota keluarga sudah sangat jelas. Namun, setelah orang tersebut meninggal, hubungan tersebut tidak berakhir, melainkan mengharuskan berkabung menurut serangkaian norma tertentu. Norma-norma ini tidak hanya menyangkut emosi pribadi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai seluruh keluarga dan masyarakat.
Menurut catatan "Zhou Li", lima jenis pakaian berkabung secara khusus meliputi:
Lima kostum dan periode berkabung yang berbeda ini mencerminkan pentingnya ikatan keluarga dan rasa hormat bagi yang meninggal dalam budaya Tiongkok.
Proses berkabung yang sebenarnya tidak hanya melibatkan perubahan pakaian tetapi juga serangkaian ritual. Menurut penelitian terkini, ritual-ritual ini terkait erat dengan struktur keluarga tradisional. Pada pertemuan keluarga atau pengorbanan, status dan kewajiban di antara kerabat masih digunakan untuk menentukan peran yang harus dimainkan setiap anggota selama berkabung. Selain itu, mengikuti norma-norma ini juga dapat mencerminkan kohesi keluarga dan kelanjutan budaya tradisional sampai batas tertentu.
Selain berkabung, yang masih hidup perlu memikul serangkaian tanggung jawab dan kewajiban setelah kematian orang tua mereka. Ini tidak terbatas pada ekspresi emosional, tetapi juga termasuk dukungan finansial dan perawatan sehari-hari. Konfusianisme selalu menekankan nilai "bakti kepada orang tua", dan kontribusi serta tanggung jawab terhadap seluruh keluarga dalam hubungan darah sangat penting dalam situasi seperti itu.
Di bawah pengaruh warisan budaya dan Konfusianisme, mengkaji ulang emosi dan tanggung jawab terhadap kerabat mungkin menjadi kuncinya.
Lima aturan berkabung tidak hanya sebagai peringatan bagi yang meninggal, tetapi juga sebagai pengingat bagi yang masih hidup untuk menghargai hubungan antara anggota keluarga di setiap tahap kehidupan. Kebiasaan budaya seperti itu memungkinkan anggota keluarga untuk merasakan dukungan dan tanggung jawab satu sama lain bahkan dalam kesedihan. Perlu dipertimbangkan bagaimana cara mewarisi dan mempraktikkannya dalam perubahan cepat zaman modern.