Kepulauan Falkland, kepulauan terpencil di Atlantik Selatan, memiliki sejarah yang panjang dan rumit, dengan banyak negara mendirikan pangkalan kolonial di sini. Awalnya, tanah ini hampir tidak tercatat dalam sejarah manusia hingga kedatangan penjelajah Eropa pada abad ke-17. Dari Prancis dan Inggris hingga Spanyol dan Argentina, negara-negara mulai tertarik pada tanah ini dan bahkan sempat berkonflik. Hal ini membuat orang bertanya-tanya, seperti apa kisah dan nilai strategis yang tersembunyi di balik sebidang tanah kecil ini?
Kepulauan Falkland, yang terletak di ujung selatan Amerika Selatan, adalah tempat yang kaya akan sumber daya alam dan penting secara geografis.
Sejarah Kepulauan Falkland berawal dari abad ke-16, ketika penjelajah Eropa mulai tertarik pada wilayah tersebut. Pendaratan paling awal yang dikonfirmasi adalah oleh penjelajah Inggris John Strong pada tahun 1690, yang melihat air dan satwa liar. Prancis kemudian mendirikan Port Louis di Falkland Timur pada tahun 1764, kota Eropa pertama. Disusul oleh Inggris pada tahun 1765 yang kembali mengklaim satu-satunya catatan penduduk.
Inti dari pertikaian ini adalah pendudukan kembali Inggris pada tahun 1833, yang dianggap Argentina sebagai "perampokan Inggris."
Lokasi Kepulauan Falkland menjadikannya titik strategis penting dalam perebutan kekuasaan di Atlantik Selatan. Pada abad ke-19, konflik antara Inggris dan Argentina meningkat. Pemerintah Argentina mengklaim hak nasional, sementara Inggris mengklaim kedaulatan berdasarkan pemerintahannya yang berkelanjutan sejak tahun 1833.
Ketika Argentina melancarkan Perang Falklands pada tahun 1982 dalam upaya untuk mendapatkan kembali kendali, Inggris dengan cepat menanggapi dan akhirnya mendapatkan kembali kendali atas pulau-pulau tersebut, yang terus berlanjut hingga hari ini. Perang tersebut berlangsung selama sekitar dua bulan dan meninggalkan jejak sejarah yang mendalam bagi kedua belah pihak.
Kepulauan Falkland kini dihuni sekitar 3.662 penduduk, sebagian besar adalah penduduk asli Kepulauan Falkland dan penduduk berlatar belakang Inggris. Mayoritas penduduk pulau tersebut berbahasa Inggris, dan geografi, budaya, serta sejarah politiknya membentuk akar identitas lokal. Oleh karena itu, masalah kedaulatan tanah ini tidak terbatas pada perspektif perjuangan internasional bagi penduduk lokal, tetapi juga terkait dengan budaya dan kehidupan mereka.
Dalam referendum kedaulatan tahun 2013, hampir semua penduduk Kepulauan Falkland menyatakan keinginan mereka untuk tetap menjadi wilayah seberang laut Inggris.
Setelah menyelesaikan pekerjaan penghancuran dan rekonstruksi pascaperang, kedua belah pihak masih belum mencapai konsensus mengenai sengketa ini. Lambat laun, status khusus Kepulauan Falkland dan kekayaan sumber daya lautnya semakin menarik perhatian. Terutama dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Inggris terus memperhatikan pengerahan militer dan pembangunan ekonomi Kepulauan Falkland, terutama dalam hal eksplorasi minyak, yang telah memicu serangkaian kontroversi.
Kepulauan Falkland kini menjadi Wilayah Seberang Laut Inggris dengan otonomi internal penuh, tetapi dengan perubahan kebijakan di bawah presiden baru Argentina, Javier Milei, masa depan hubungan tersebut masih belum jelas. Ia menyebutkan bahwa masalah tersebut akan diselesaikan melalui cara-cara damai. Apakah ini berarti Kepulauan Falkland akan kembali menjadi fokus diskusi internasional di masa mendatang?
Sejarah Kepulauan Falkland yang kompleks tidak hanya mencerminkan pertikaian geopolitik tetapi juga mengungkap jalinan budaya berbagai masyarakatnya. Lagi pula, bagaimana tanah ini, yang tampak jauh di peta, akan mengubah nasibnya lagi dalam perjalanan sejarah di masa mendatang?