Semen, zat kimia yang berfungsi sebagai perekat pada bangunan, merupakan landasan penting peradaban manusia, baik di zaman kuno maupun modern. Semen pertama kali ditemukan di Roma kuno, saat para arsitek menemukan bahwa mencampur abu vulkanik (umumnya dikenal sebagai pozzolana) dengan batu kapur (kapur dengan kalsium oksida) dapat menghasilkan bahan bangunan yang kuat. Penemuan ini membuka bidang baru bahan bangunan. .
“Istilah semen dapat ditelusuri kembali ke istilah Romawi kuno opus caementicium, yang digunakan untuk menggambarkan struktur batu yang mirip dengan beton modern.”
Menurut para arkeolog, istilah ini dapat ditelusuri kembali ke sekitar 2.500 tahun yang lalu saat orang Romawi kuno menemukan pentingnya bahan pengikat ini saat membangun kota. Mereka menggunakan abu vulkanik dan kapur lokal untuk membuat material komposit kuat yang digunakan untuk membangun bangunan terkenal seperti Amfiteater Romawi dan Pantheon. Sifat semen yang ringan dan berkekuatan tinggi telah memungkinkan arsitektur Romawi kuno bertahan lama dan masih berdiri hingga saat ini.
Bahan baku semen didasarkan pada dua komponen utama: semen hidrolik dan semen non-hidrolik. Semen hidrolik, seperti semen Boston, bereaksi secara kimiawi dengan air untuk menghasilkan hidrat mineral, yang memungkinkannya mengeras di air atau lingkungan yang lembap, sedangkan semen non-hidrolik bergantung pada reaksi dengan karbon dioksida di udara untuk mengeras.
“Insinyur Romawi kuno menggunakan abu vulkanik sebagai bahan utama dalam semen, yang tidak hanya mengeras di bawah air tetapi juga meningkatkan ketahanannya terhadap korosi.”
Penggunaan abu vulkanik merupakan inovasi utama dalam arsitektur Romawi kuno. Partikel alami yang terbentuk oleh letusan gunung berapi ini sangat reaktif dan ketika dicampur dengan kapur dapat membentuk ikatan kuat yang lebih tahan lama daripada bahan tradisional. Penelitian menunjukkan bahwa pozzolana, abu vulkanik yang sering digunakan dalam arsitektur Romawi kuno, berasal dari kota kecil di Italia saat ini. Abu vulkanik di sini bereaksi dengan kapur untuk membentuk semen hidrolik, yang memungkinkan bangunan kuno berdiri kokoh di dalam air.
Menariknya, ini bukan sekadar penemuan manusia modern. Penggunaan semen dan material serupa juga umum di peradaban kuno di seluruh dunia, terutama budaya Maya dan bangunan Mesir kuno. Di Mesir kuno, arsitek menggunakan mortar yang terbuat dari pasir dan bubuk gipsum untuk merekatkan batu dan bata.
"Berkembangnya berbagai teknik arsitektur di peradaban kuno menunjukkan kearifan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam."
Seiring kemajuan teknologi rekayasa, proses pembuatan semen telah mengalami banyak perbaikan. Pada abad ke-19, Joseph Aspindine dari Inggris menemukan konsep semen Portland, material yang dinamai berdasarkan warnanya yang mirip dengan batu Portland Inggris. Selanjutnya, semen ini, yang sebagian besar terbuat dari batu kapur, dengan cepat menjadi arus utama dalam konstruksi rekayasa modern. Selain itu, putra Aspindine secara tidak sengaja menghasilkan kalsium silikat baru selama proses pembuatan, yang selanjutnya mendorong pengembangan semen Portland.
Seiring berjalannya waktu, penggunaan semen tidak lagi terbatas pada struktur bangunan, tetapi bahkan telah meluas ke banyak bidang seperti seni tiga dimensi dan fasilitas umum yang besar. Penggunaan semen tidak lagi terbatas pada beton, tetapi diintegrasikan ke dalam kombinasi berbagai jenis kacang-kacangan dan polimer, sehingga kinerjanya lebih kuat dan beragam.
Meskipun digunakan di mana-mana dalam konstruksi, produksi semen juga merupakan penyumbang utama emisi karbon dioksida global. Menurut laporan, sekitar 8% emisi karbon dioksida global berasal dari produksi semen, yang mengingatkan kita bahwa saat mengejar modernisasi arsitektur, kita juga harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.
"Seiring kemajuan teknologi, semen, material kuno, akan terus berkembang di bangunan masa depan dan menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan dan efisien."
Secara keseluruhan, teknologi semen kuno, yang dimulai dengan kombinasi abu vulkanik dan kapur, menunjukkan kearifan dan kreativitas manusia dalam menghadapi tantangan. Seiring perkembangan zaman, teknologi produksi semen terus diperbarui dan terus memainkan peran penting dalam konstruksi modern. Seiring manusia terus mengejar kualitas hidup yang lebih tinggi, bagaimana semen akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan masa depan?