Di lautan luas, pengoperasian kapal sering kali tidak dapat dihindari karena dampak biofouling. Biofouling ini tidak hanya memengaruhi kinerja kapal, tetapi juga secara langsung memengaruhi konsumsi bahan bakar. Kebenaran apa yang tidak diketahui yang tersembunyi di balik ini?
Biofouling adalah akumulasi mikroorganisme, alga, dan hewan kecil di permukaan yang seharusnya tidak berada di sana, yang dapat berdampak signifikan pada pengoperasian kapal. Diperkirakan bahwa fouling pada kapal dapat meningkatkan hambatan hingga 60%, yang tidak hanya mengurangi kecepatan kapal tetapi juga menyebabkan potensi peningkatan konsumsi bahan bakar hingga 40%.
Pemerintah dan industri menghabiskan lebih dari $5,7 miliar setiap tahunnya untuk mencegah dan mengendalikan biofouling laut.
Terbentuknya biofouling biasanya dibagi menjadi dua kategori: mikroba dan makrobial. Penempelan mikroorganisme dan pembentukan lapisan biasanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat. Setelah kontak pertama, biofilm akan terbentuk dalam waktu 24 jam; pada minggu berikutnya, lebih banyak makroorganisme seperti alga dan siput akan tertarik untuk menempel lebih lanjut.
Dampak dan biaya berkelanjutanBiofouling tidak hanya memengaruhi kapal, tetapi juga semua lapisan masyarakat, terutama dalam pengolahan air dan peralatan berteknologi tinggi, di mana biaya perawatan yang sangat besar membuat biofouling menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan. Misalnya, dalam proses desalinasi, pengotoran menyebabkan sistem membran memerlukan pembersihan yang lebih sering, sehingga meningkatkan biaya operasional.
Biofouling dapat mengurangi produksi ikan, meningkatkan biaya produksi dan pengelolaan, serta mengurangi nilai produk.
Untuk mengelola biofouling secara efektif, banyak perusahaan pelayaran mulai mengadopsi berbagai teknologi deteksi dan pencegahan, seperti penggunaan sinar ultraviolet untuk mendeteksi bioakumulasi, karena semua mikroorganisme memiliki sifat fluoresensi alami pada panjang gelombang tertentu. Melalui teknologi ini, kapal dapat dibersihkan dan dirawat dengan lebih efisien.
Banyak teknologi anti-fouling yang ada, seperti penggunaan primer beracun atau perlakuan panas, terus berkembang. Pelapis tidak beracun sedang dikembangkan untuk menghindari kerusakan pada ekosistem. Misalnya, pelapis terhidrasi dapat meningkatkan daya tarik molekul air, sehingga mikroorganisme tidak mudah menempel.
Banyak tindakan pencegahan biofouling yang penting untuk pengembangan material kapal baru.
Biofouling tidak hanya memengaruhi ekonomi, tetapi juga memberi tekanan pada lingkungan. Peningkatan penggunaan bahan bakar akibat biofouling diperkirakan akan meningkatkan emisi karbon dioksida dan sulfur dioksida sebesar 38%-72% pada tahun 2020. Hal ini menunjukkan urgensi masalah biofouling laut dan perlunya menemukan cara yang lebih baik untuk mengurangi dampak lingkungan ini.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, strategi untuk biofouling akan menjadi lebih beragam di masa depan, dan banyak bahan pembersih mandiri yang terinspirasi dari bio sedang dikembangkan untuk memberikan tindakan perlindungan yang lebih efektif. Namun, kita masih perlu memikirkan: Bagaimana menyeimbangkan kontradiksi antara perlindungan ekologi dan kebutuhan industri sementara teknologi terus berkembang?