Dalam kimia industri, cairan hitam merupakan produk sampingan yang dihasilkan saat membuat pulp dari kayu melalui proses Kraft. Cairan hitam terutama digunakan untuk menghilangkan lignin, hemiselulosa, dan komponen lain yang dapat diekstraksi dalam kayu, dan akhirnya mengekstrak selulosa. Komposisi cairan hitam menjadikannya sumber biofuel yang relatif menjanjikan, tetapi seiring meningkatnya masalah lingkungan, cara penggunaannya juga berubah.
Sekitar tujuh ton cairan hitam diproduksi untuk setiap ton pulp yang diproduksi. Cairan hitam merupakan suspensi berair dari residu lignin, hemiselulosa, dan bahan kimia anorganik yang digunakan dalam proses tersebut. Cairan hitam mengandung sekitar 15% padatan, yang mana bahan organik mencapai sekitar 40-45%, yang sebagian besar terdiri dari sabun, lignin, dan bahan organik lainnya.
Dengan kemajuan teknologi pengolahan cairan hitam, banyak metode pengolahan limbah tradisional tidak lagi memenuhi kebutuhan perlindungan lingkungan modern.
Pabrik pulp Kraft awal membuang lindi hitam ke badan air, yang menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan akuatik dan menggelapkan warna air. Proses Kraft mengalami kemajuan signifikan dengan penemuan boiler pemulihan oleh G.H. Tomlinson pada tahun 1930-an. Pada tahun 1990-an, sebagian besar pabrik Kraft mampu mengonsumsi lindi hitam mereka sendiri, misalnya untuk memulihkan bahan kimia memasak, guna mengurangi polusi air.
Likuiditas hitam tidak hanya merupakan produk sampingan dari proses pembuatan film pulp, tetapi juga mengandung lebih dari setengah kandungan energi bahan baku kayu. Likuiditas hitam biasanya dipekatkan hingga 65% hingga 80% dalam evaporator efek ganda dan dibakar dalam boiler pemulihan untuk menghasilkan energi dan memulihkan bahan kimia memasak. Pendekatan ini telah memungkinkan pabrik pulp menjadi hampir mandiri dalam hal energi, khususnya di Amerika Serikat, di mana perusahaan kertas hampir sepenuhnya mengonsumsi cairan hitam mereka sendiri sejak tahun 1990-an.
Industri pulp sudah menjadi produsen utama energi terbarukan yang netral karbon di Amerika Serikat, menghasilkan sekitar 28,5 terawatt-jam listrik setiap tahunnya.
Dengan munculnya teknologi baru, cara penggunaan cairan hitam telah berubah. Pengembangan teknologi gasifikasi telah menjadikan cairan hitam sebagai bahan baku biofuel yang potensial. Setelah gasifikasi, cairan hitam dapat menghasilkan syngas yang kaya energi, yang dapat digunakan dalam turbin gas atau diubah menjadi bahan kimia dan bahan bakar.
Dari pembuangan cairan hitam di masa lalu hingga daur ulangnya saat ini, keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan manfaat ekonomi telah menjadi kuncinya. Namun, masih ada pabrik Kraft kecil yang gagal mencapai pemulihan efektif cairan hitam, yang telah menyebabkan polusi di beberapa lingkungan, yang juga menunjukkan urgensi peningkatan industri.
Pada tahun 2005, Kongres AS memberlakukan insentif pajak untuk mendukung penggunaan bahan bakar alternatif cair, yang kemudian diperluas pada tahun 2007 untuk mencakup bahan bakar alternatif cair yang berasal dari biomassa. Kebijakan ini telah sangat mendorong penerapan cairan hitam secara komersial, dan hasilnya sangat mengesankan bagi banyak perusahaan besar.
Perjalanan penemuan kembali cairan hitam terus berlanjut. Dari sumber bahan bakar sederhana menjadi biomaterial multifungsi yang potensial, seiring dengan semakin mendalamnya penelitian ilmiah, penerapan cairan hitam akan menjadi lebih luas. Ini bukan hanya respons terhadap permintaan industri manufaktur akan energi terbarukan, tetapi juga komitmen terhadap perlindungan lingkungan.
Seiring dengan meningkatnya permintaan dunia akan energi terbarukan, dapatkah minuman keras hitam menjadi inti transformasi energi masa depan?