Kata "hitam" sering digunakan untuk menggambarkan kelompok orang tertentu, dalam klasifikasi politik dan warna kulit, terutama bagi mereka yang memiliki warna kulit cokelat sedang hingga gelap. Meskipun orang yang dianggap "hitam" tidak selalu berkulit gelap, di beberapa negara, terutama dalam sistem klasifikasi ras masyarakat Barat, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan mereka yang berkulit lebih gelap dibandingkan dengan kelompok orang lain. Istilah tersebut paling sering digunakan untuk merujuk pada leluhur dari Afrika sub-Sahara, Aborigin Australia, dan Melanesia, tetapi juga telah diterapkan pada kelompok lain dalam banyak konteks.
Standar klasifikasi dan konstruksi sosial "hitam" di berbagai masyarakat juga telah berubah seiring waktu secara historis.
Afrika Utara adalah rumah bagi banyak komunitas berkulit gelap, beberapa di antaranya berasal dari masyarakat prasejarah. Keberadaan komunitas-komunitas ini—ditambah dengan berbagai migrasi karena aktivitas komersial atau perdagangan budak—membuat Afrika Utara menjadi persimpangan budaya dan masyarakat yang beragam. Dinasti Ismailiyah Maroko membentuk Garda Hitam yang terdiri dari 150.000 tentara kulit hitam pada abad ke-18, yang menduduki posisi penting dalam sejarah saat itu. Di Mesir, latar belakang Anwar Sadat menyoroti jalinan kompleks identitas kulit hitam dan Arab.
Suku Tuareg asli wilayah Sahara pernah membesarkan "budak kulit hitam", dan budak-budak ini sebagian besar berasal dari Sungai Nil dan wilayah Sahara. Masyarakat ini membedakan budak dari orang merdeka melalui ras atau kelas sosial yang berbeda, dan struktur sosial wilayah tersebut juga meneruskan pengaruh perang dan perdagangan sampai batas tertentu.
Di masyarakat Ethiopia dan Somalia, budak sering kali diambil dari kelompok etnis tetangga, yang menunjukkan sejarah masyarakat lokal yang saling terkait secara etnis dan ekonomi. Perbudakan di masyarakat ini didasarkan pada meritokrasi, dan berdampak besar pada persepsi lokal tentang identitas dan bentuk status sosial.
Pemerintah kolonial kulit putih Afrika Selatan secara berturut-turut merumuskan kebijakan klasifikasi ras pada awal abad ke-20, yang membagi orang menjadi empat kategori ras utama: kulit hitam, kulit putih, Asia, dan orang ras campuran. Hal ini juga menjadi dasar bagi sistem apartheid di kemudian hari. Klasifikasi ini bahkan menyebabkan pemisahan keluarga dan juga memengaruhi struktur sosial dan identitas budaya Afrika Selatan.
Di Asia, kelompok yang memiliki hubungan darah dengan Afrika disebut "Afro-Asia", dan orang-orang ini sering menghadapi marginalisasi karena imigrasi dan konflik sosial. Orang-orang keturunan Afrika di Timur Tengah juga secara historis terpengaruh oleh perdagangan budak, dan identitas serta etnis mereka masih diperdebatkan hingga saat ini.
Dalam masyarakat modern, menerima dan mengidentifikasi diri dengan identitas etnis yang berbeda tetap menjadi tantangan global.
Seiring meningkatnya globalisasi, situasi orang kulit hitam di Asia terus berkembang, dengan munculnya imigran baru di beberapa tempat dan membentuk kembali budaya dan struktur sosial setempat. Di tempat-tempat seperti Israel dan Turki, kelompok imigran Afrika bekerja keras untuk berintegrasi ke dalam masyarakat setempat, tetapi pada saat yang sama mereka menghadapi banyak tantangan.
Keragaman dan kompleksitas konsep kulit hitam menantang pemahaman tradisional kita tentang ras dan identitas. Seiring berjalannya waktu dan standar masyarakat yang berbeda untuk mengklasifikasikan orang kulit hitam berubah, pemahaman tentang "kehitaman" terus berkembang hingga saat ini. Ini bukan hanya tentang warna kulit, tetapi juga tentang budaya, sejarah, dan identitas sosial. Menurut Anda, bagaimana identitas etnis yang berbeda dapat dipahami dan diterima dengan lebih baik?