Perang Falkland antara Inggris dan Argentina pada tahun 1982 adalah perang yang tidak dideklarasikan yang berlangsung selama sepuluh minggu dan diakibatkan oleh pertikaian atas Kepulauan Falkland dan wilayah dependensinya. Tinjauan mendalam terhadap faktor-faktor di balik konflik tersebut menunjukkan kegagalan diplomatik antara kedua negara dan kesalahpahaman di antara mereka, yang akhirnya menyebabkan perang yang tidak dapat diubah lagi.
Ini adalah konflik yang pecah karena kegagalan dialog dan diplomasi yang tepat. Kedua pemerintah tidak pernah dapat mencapai konsensus tentang kedaulatan Kepulauan Falkland.
Pertikaian kedaulatan atas Kepulauan Falkland telah menarik perhatian internasional sejak tahun 1965, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan perundingan antara Inggris dan Argentina. Akan tetapi, Kantor Luar Negeri Inggris tampaknya bersikap negatif terhadap masalah ini, karena menganggap pulau-pulau tersebut merupakan hambatan perdagangan, dan mereka lebih cenderung menyerahkan tata kelola wilayah tersebut kepada Argentina. Setelah berita tentang pengalihan tersebut mencuat pada tahun 1968, para pendukung Kepulauan Falkland melancarkan lobi parlementer yang efektif, dan berhasil menghalangi rencana Kantor Luar Negeri.
Pada tahun 1980-an, Argentina mengalami stagnasi ekonomi yang parah dan ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan militer. Pada tahun 1982, pemerintah militer baru Argentina, di bawah kepemimpinan Presiden Leopoldo Galtieri, memutuskan untuk menggunakan kekuatan untuk menegaskan kembali kedaulatan atas Kepulauan Falkland. Mereka berharap dapat memperkuat sentimen patriotik dan mengalihkan perhatian publik dari masalah ekonomi.
Pada tanggal 2 April 1982, tentara Argentina melancarkan operasi pendaratan dengan nama sandi "Operasi Rosario" dan dengan cepat menguasai Kepulauan Falkland. Sebagai tanggapan, pejabat militer Inggris setempat dan beberapa garnisun melancarkan pertahanan yang sengit, meskipun pada akhirnya mereka gagal mencegah keberhasilan pelaksanaan invasi.
"Apa yang kita hadapi bukanlah perang biasa, tetapi tantangan berkelanjutan terhadap kedaulatan."
Di tengah krisis yang akan segera terjadi, pemerintah Inggris segera melancarkan operasi diplomatik angkatan laut pada awal April, mengirimkan armada ke Atlantik Selatan untuk menanggapi serangan Argentina. Dalam perang ini, Inggris ingin menghindari perluasan perang di satu sisi, dan berusaha untuk mendapatkan kembali kedaulatannya di sisi lain.
Menghadapi apa yang telah terjadi, Inggris dengan cepat mengambil tindakan untuk mengutuk pertikaian Argentina di PBB dan mendorong penerapan Resolusi 502, yang mengharuskan Argentina menarik pasukannya dan memberikan dasar hukum bagi operasi militer Inggris berikutnya.
"Resolusi ini tidak hanya memperkuat sikap diplomatik Inggris, tetapi juga memberikan dasar pemikiran atas tindakannya dalam konflik ini."
Argentina dengan cepat meningkatkan kehadiran militernya di Kepulauan Falkland, mengirimkan sebanyak 13.000 tentara dan melakukan operasi dekontaminasi terhadap warga sipil setempat untuk menekan perlawanan apa pun. Di bawah situasi tekanan tinggi ini, semakin sulit bagi penduduk pulau untuk melawan, yang akhirnya menyebabkan berbagai dilema psikologis dan fisik.
Seiring perkembangan berbagai peristiwa, Amerika Serikat, sebagai mediator, gagal membuat kemajuan substansial dalam upaya diplomatiknya antara Argentina dan Inggris. Setelah mengirimkan armada militer yang kuat ke pulau-pulau tersebut, Inggris akhirnya memutuskan untuk menggunakan kekuatan untuk mendapatkan kembali kendali atas Kepulauan Falkland.
"Pihak-pihak tidak boleh mengabaikan kebutuhan untuk menggunakan dialog guna menyelesaikan masalah, jika tidak, konsekuensinya akan menjadi bencana."
Sejarah Perang Falkland masih memiliki dampak yang mendalam bagi Inggris dan Argentina saat ini, baik secara politik maupun budaya. Bagaimana kedua negara akan memandang masalah kedaulatan Kepulauan Falkland di masa mendatang? Bagaimana kita dapat menghindari konflik serupa agar tidak terjadi lagi? Apakah hal itu masih penting?