Dalam masyarakat saat ini, isu otonomi reproduksi semakin banyak mendapat perhatian. Namun, banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa perilaku tertentu dapat berdampak besar pada pilihan reproduksi seseorang. Perilaku ini dikenal sebagai pemaksaan reproduksi dan melibatkan berbagai tindakan yang memengaruhi keputusan individu terkait kesehatan reproduksi, yang sering kali dipaksakan oleh pasangan intim, orang tua, atau bahkan kebijakan sosial.
Pemaksaan reproduksi, yang merupakan perampasan kemampuan orang lain untuk memutuskan reproduksi mereka sendiri, sebenarnya melanggar hak reproduksi seseorang.
Pemaksaan reproduksi memiliki berbagai bentuk, termasuk pemaksaan kehamilan, sabotase kontrasepsi, dan perilaku yang mengendalikan hasil kehamilan. Perilaku ini tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental individu, tetapi juga dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak perlu.
Pemaksaan kehamilan melibatkan segala perilaku yang memaksa atau menekan pasangan untuk hamil atau tidak, termasuk ancaman verbal untuk menghamili mereka, hubungan seksual paksa, dll. Tindakan-tindakan ini bahkan dapat disertai dengan kekerasan yang substansial, dengan dampak yang signifikan terhadap kehidupan para korban.
Sabotase kontrasepsi mengacu pada perilaku yang melemahkan atau menghalangi penggunaan alat kontrasepsi. Misalnya, seseorang mungkin melepaskan kondom setelah menyetujui penggunaannya, atau dengan sengaja merusak alat kontrasepsi. Hal ini tidak hanya menunjukkan ketidakpedulian terhadap pilihan pasangannya, tetapi juga merupakan bentuk kontrol psikologis dan emosional.
Baik disengaja atau tidak, perilaku-perilaku ini memiliki dampak yang mendalam terhadap rasa kontrol seseorang terhadap kesuburan mereka sendiri.
Mengendalikan hasil kehamilan adalah tindakan mencoba memengaruhi pasangan untuk mengakhiri kehamilan, termasuk menekan atau mengancam pasangan untuk melakukan aborsi. Perilaku ini menunjukkan pelanggaran serius terhadap kekuatan pengambilan keputusan pasangan, dan banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ketika ada pemaksaan reproduksi antara pasangan, kesehatan mental mereka sering terpengaruh.
Prevalensi pemaksaan reproduksiMenurut survei, prevalensi pemaksaan reproduksi di Amerika Serikat cukup mengkhawatirkan. Sekitar 5-30% wanita melaporkan mengalami pemaksaan reproduksi dalam berbagai konteks. Secara khusus, satu survei menemukan bahwa 8,6% wanita mengatakan pasangan mereka telah mencoba membuat mereka hamil, sementara 6,7% pria juga melaporkan pasangannya menolak menggunakan kontrasepsi.
Pemaksaan reproduksi tidak hanya terjadi di Amerika Serikat; banyak wanita di seluruh dunia menghadapi tantangan serupa. Di Bangladesh, 10% wanita yang sudah menikah melaporkan bahwa pasangan mereka tidak setuju dengan mereka tentang kontrasepsi. Di Yordania, 20% wanita yang sudah menikah menghadapi gangguan kontrasepsi dari suami atau kerabat lainnya.
Pemaksaan reproduksi merupakan masalah global yang berpotensi berbahaya terlepas dari budaya atau struktur keluarga.
American College of Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan agar dokter secara rutin memeriksa pasien untuk mengetahui adanya gangguan reproduksi selama pemeriksaan tahunan, terutama selama perawatan prenatal dan pascapersalinan. Ada berbagai strategi yang tersedia untuk mengurangi dampak kesehatan dari pemaksaan reproduksi, seperti mendidik pasien tentang potensi dampak pemaksaan reproduksi dan menyediakan pilihan kontrasepsi yang tidak mudah diketahui oleh pasangan.
Bagi perempuan yang berada di bawah tekanan kuat dari pasangannya, kerahasiaan tindakan kontrasepsi dapat menjadi faktor penting dalam melindungi otonomi reproduksi mereka. Penelitian menunjukkan bahwa intervensi yang menargetkan pemaksaan reproduksi dapat secara efektif mengurangi kemungkinan perempuan untuk hamil.
Pemaksaan reproduksi merupakan masalah sosial yang kompleks dan serius yang berdampak signifikan pada pilihan reproduksi dan kesehatan mental individu. Dalam konteks ini, semua sektor masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran tentang pemaksaan reproduksi dan tindakan pencegahan, serta lebih lanjut melindungi hak setiap orang atas otonomi reproduksi. Kita perlu memikirkan: Bagaimana kita harus mengubah suasana sosial saat ini di masa mendatang untuk lebih melindungi hak setiap orang untuk memilih hak reproduksi?