Dalam metode penyembelihan dan penanganan hewan modern, senapan buckshot (juga dikenal sebagai senapan buckshot, senapan ternak) menjadi pilihan yang disukai. Alat ini terutama digunakan untuk membuat hewan pingsan sebelum disembelih guna mengurangi rasa sakit dan kecemasan yang dialaminya. Meskipun penggunaannya sesuai dengan standar manusiawi, prinsip kerja dan penggunaannya telah menimbulkan banyak perhatian dan diskusi.
Tujuan dari senapan buckshot adalah memberikan pukulan kuat ke dahi untuk menyebabkan pingsan seketika.
Desain senapan buckshot berasal dari tahun 1903 dan ditemukan oleh Hugo Heiss, mantan direktur rumah pemotongan hewan Jerman. Prinsip kerja alat ini sederhana dan jelas: alat ini melepaskan daya melalui udara bertekanan atau amunisi, dan mengenai peluru timah dari senapan berat di dahi hewan, menyebabkan gegar otak cepat dan menyebabkan hewan kehilangan kesadaran. Berdasarkan desainnya, senapan laras panjang dapat dibagi menjadi jenis tembus dan tidak tembus, dan masing-masing jenis memiliki efek dan risiko yang berbeda dalam penggunaannya.
Ada tiga jenis utama senapan buckshot di pasaran saat ini: tembus, tidak tembus, dan tembus bebas.
Ujung senapan laras panjang dirancang agar berujung runcing, yang dapat menembus tengkorak hewan, merusak jaringan otak secara langsung, dan menyebabkan hewan tersebut cepat kehilangan kesadaran.
Meskipun efektif, senapan tembus semakin dibatasi penggunaannya dalam penyembelihan komersial karena kekhawatiran tentang ensefalopati spongiform sapi, yang umumnya dikenal sebagai "penyakit sapi gila." Di sisi lain, senjata api non-penetrasi menggunakan ujung tumpul, dan meskipun memiliki tingkat kegagalan yang relatif tinggi, senjata api ini kurang berisiko dan oleh karena itu dapat digunakan kembali dalam beberapa kasus.
Aplikasi senjata api buckshot tidak terbatas pada penyembelihan komersial. Untuk hewan ternak besar, alat ini juga dapat digunakan untuk eutanasia bila diperlukan, terutama bila hewan tidak dapat dilumpuhkan. Senjata api bebas-penetrasi ini bekerja seperti senjata paku moncong, yang dapat dengan cepat mengakhiri hidup hewan bila diperlukan.
Penelitian menunjukkan bahwa baik menggunakan senjata api penangkap timah yang menembus atau tidak menembus, posisi yang benar adalah kuncinya, jika tidak, kegagalan yang tidak diharapkan dapat terjadi.
Namun, selama proses penyembelihan hewan, kegagalan yang disebabkan oleh penerapan yang tidak tepat bukanlah hal yang jarang terjadi. Menurut sebuah penelitian, 12% ternak diserang beberapa kali selama penyembelihan dan gagal dibius hingga pingsan sekaligus, yang merupakan tantangan bagi industri ini.
Penggunaan senapan laras ganda telah memicu perdebatan tentang penyembelihan yang manusiawi dan pilihan etika. Misalnya, di beberapa negara, platform dan undang-undang untuk perangkat semacam itu masih perlu ditingkatkan lebih lanjut, terutama di masyarakat yang semakin menghargai hak-hak hewan. Selain itu, karena masyarakat lebih memperhatikan keamanan pangan, diskusi mendalam tentang risiko kesehatan yang disebabkan oleh senapan laras ganda juga tepat dilakukan.
Dalam literatur medis, setidaknya ada satu laporan kasus bunuh diri dengan menggunakan senapan laras ganda, yang telah menjadi masalah di beberapa negara.
Dalam pilihan antara membunuh, jelas bahwa pilihan untuk menangkap senapan laras ganda memiliki nilai sosial yang penting serta menghindari cara lain yang lebih merusak untuk mati. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kesadaran sosial, masalah yang tersisa terkait penangkapan senapan laras panjang dan keselamatan penggunaannya masih memerlukan perhatian dan peningkatan berkelanjutan.
Menghadapi urgensi pilihan-pilihan ini dan dampaknya, kita tidak dapat menahan diri untuk bertanya: Bagaimana kita dapat menemukan jalan yang lebih manusiawi dan aman menuju hubungan antara manusia dan hewan?