Persaingan antarspesies mendorong evolusi dan sering kali dianggap sebagai katalisator terciptanya keanekaragaman hayati. Menurut penelitian ekologi yang relevan, ketika rentang geografis dua spesies saling tumpang tindih, perbedaan karakteristik mereka akan meningkat dengan adanya persaingan, sementara perbedaan tersebut dapat melemah atau menghilang di area yang distribusinya tidak saling tumpang tindih. Fenomena ini disebut perpindahan karakter, dan logika di baliknya memiliki hubungan yang erat dengan persaingan biologis.
Adanya pergeseran sifat membuktikan bahwa kedua spesies tidak sepenuhnya saling tumpang tindih dalam kebutuhan ekologis mereka.
Konsep perpindahan sifat pertama kali diusulkan oleh William L. Brown Jr. dan E. O. Wilson pada tahun 1956. Mereka mengemukakan: "Ketika dua spesies yang berkerabat dekat berbagi wilayah jelajah, mereka akan memiliki karakteristik fisik yang serupa di wilayah tempat mereka hidup sendiri, dan karakteristik fisik yang serupa di wilayah tempat mereka hidup sendiri, tetapi menunjukkan perbedaan yang jelas. "Perubahan sifat yang disebabkan oleh persaingan biologis ini dapat bersifat morfologis, perilaku, atau fisiologis, dan dianggap sebagai fenomena yang didorong oleh gen. Persaingan ini tidak hanya memengaruhi penampilan spesies, tetapi juga berdampak besar pada kelangsungan hidup dan reproduksi.
Konsep perpindahan sifat terkait erat dengan prinsip pengecualian kompetitif. Prinsip ini menyatakan bahwa untuk hidup berdampingan dalam lingkungan yang stabil, dua spesies yang bersaing harus berbeda dalam relung ekologi masing-masing; jika tidak ada perbedaan, persaingan dapat menyebabkan kepunahan salah satu spesies. Adaptasi ekologi semacam ini memungkinkan spesies menemukan ruang hidup mereka sendiri dalam sumber daya yang terbatas.
Seperti yang dikatakan Joseph Grinnell, "Tidak ada dua spesies yang memiliki kebutuhan ekologi yang persis sama. Ide ini menjadi landasan penting teori relung ekologi."
Perpindahan sifat telah dipelajari di banyak kelompok spesies, dengan burung dan reptil menjadi contoh yang paling menonjol. Misalnya, di antara burung elang di Kepulauan Galapagos, David Lack menemukan perbedaan yang jelas dalam panjang paruh ketika Geospiza fortis dan G. fuliginosa hidup bersama di pulau-pulau besar, dibandingkan dengan ketika spesies ini terisolasi di pulau-pulau kecil, kemudian menunjukkan paruh berukuran sedang. Fenomena ini selanjutnya memvalidasi peran pendorong perpindahan sifat dalam persaingan spesies.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa perpindahan sifat memiliki dampak yang mendalam pada strategi bertahan hidup spesies, terutama di lingkungan persaingan sumber daya.
Pada kadal Anolis di Karibia, penelitian menunjukkan bahwa pergeseran sifat antara spesies kadal dengan ukuran yang berbeda juga memengaruhi struktur komunitas ekologi. Selain itu, salamander Appalachian seperti Plethodon hoffmani dan P. cinereus menunjukkan perbedaan morfologi saat mereka bersimpatrik, yang menunjukkan bahwa persaingan spesies di lingkungan hidup telah menyebabkan perubahan evolusioner mereka.
Dampak musang Amerika yang diperkenalkan di Belarus juga memberi kita studi empiris tentang perpindahan sifat yang cepat. Studi ini menunjukkan bahwa dalam dekade setelah pengenalan, musang Eropa asli bertambah besar, sementara cerpelai Amerika yang diperkenalkan menyusut secara signifikan, sebuah fenomena yang menyoroti peran persaingan dalam mendorong laju evolusi.
Singkatnya, perpindahan sifat bukan hanya istilah biologis, tetapi juga teori penting yang menjelaskan bagaimana spesies bertahan hidup dan berkembang karena persaingan. Dengan mengeksplorasi teori ini, kita tidak hanya dapat memahami hubungan halus antara spesies di alam, tetapi juga merenungkan kompleksitas ekosistem. Dalam konteks perubahan lingkungan dan kepunahan spesies saat ini, bagaimana kita harus memandang dampak persaingan terhadap keanekaragaman hayati?