Di alam semesta, bintang dan galaksi bagaikan cahaya yang menerangi langit malam. Kecerahannya bukan sekadar cahaya yang terlihat oleh mata, tetapi juga kunci untuk mengungkap rahasia di balik benda-benda langit tersebut. Di antara semuanya, kecerahan permukaan (SB) merupakan besaran astrofisika penting yang membantu para astronom mengidentifikasi dan memahami sifat benda-benda besar ini.
Kecerahan permukaan mengukur kecerahan atau kerapatan fluks energi per satuan luas benda langit. Untuk benda langit dengan ruang yang luas, seperti galaksi dan nebula, SB menyediakan metode untuk membandingkan kecerahan benda langit yang berbeda secara langsung. Kecerahan permukaan bintang bergantung pada luminositas permukaannya, yaitu luminositas yang dipancarkan per satuan luas. Hal ini membuat pengamatan objek dalam panjang gelombang tampak dan inframerah lebih efisien, karena kecerahan permukaan sering diukur dalam tingkat kecerahan per detik busur persegi.
Pengukuran kecerahan permukaan benda langit disebut fotometri permukaan, suatu teknik yang setara dengan fotometri dalam astronomi.
Kecerahan total benda langit mengacu pada kecerahan objek yang diperluas seperti nebula, gugus bintang, galaksi, atau komet. Kecerahan total suatu objek dapat diperoleh dengan menambahkan luminositas di seluruh areanya, atau dengan mengukurnya menggunakan fotometer melalui lubang dengan diameter yang berbeda. Saat melakukan pengukuran ini, perlu untuk menghilangkan cahaya latar belakang dari hasil untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
Misalnya, jika magnitudo galaksi dilaporkan sebesar 12,5, ini berarti bahwa jumlah cahaya yang kita terima dari galaksi ini setara dengan bintang dengan magnitudo 12,5.
Untuk benda langit kecil seperti bintang, ini menunjukkan fenomena yang menarik: bintang sering diamati sebagai sumber titik. Setelah ukurannya bertambah, terutama untuk struktur yang diperluas seperti galaksi, visibilitasnya akan terpengaruh oleh cahaya latar belakang langit. Jadi, diperlukan analisis yang lebih terperinci untuk memahami pengamatan.
Perhitungan kecerahan permukaan biasanya dinyatakan dalam besaran per detik busur kuadrat. Karena besaran dinyatakan dalam bentuk logaritma, perhitungan kecerahan permukaan tidak dapat dilakukan dengan pembagian sederhana. Untuk sumber dengan besaran total m dan meluas hingga A detik busur kuadrat, rumus perhitungan untuk kecerahan permukaan S dapat dinyatakan sebagai:
S = m + 2,5 × log10(A)
Ini menunjukkan bahwa kecerahan permukaan tetap konstan seiring bertambahnya jarak. Dengan kata lain, untuk objek di dekatnya yang memancarkan sejumlah cahaya tetap, fluks radiannya berkurang sesuai dengan hukum kuadrat terbalik seiring bertambahnya jarak, sementara area visualnya juga berkurang secara proporsional, yang menyebabkan kecerahan permukaannya tetap konstan.
Dalam satuan fotometrik, penting untuk menghubungkan kecerahan permukaan dengan satuan fisik. Misalnya, kecerahan permukaan dalam satuan magnitudo dapat dikaitkan dengan satuan fisiknya seperti luminositas matahari per parsec persegi. Selain itu, kecerahan juga dapat dinyatakan dalam candela per meter persegi, dan konversi tersebut sangat penting untuk penelitian astronomi.
Untuk menjelaskannya, langit yang benar-benar gelap memiliki kecerahan permukaan sekitar 2 × 10−4 cd m−2 atau 21,8 mag arcsec−2. Sebagai perbandingan, wilayah pusat Nebula Orion memiliki kecerahan permukaan puncak sebesar 17 mag/arcsec2, sedangkan halo biru terluar memiliki kecerahan permukaan puncak sebesar 21,3 mag/arcsec2. Data ini tidak hanya mengungkap sifat-sifat berbagai benda langit, tetapi juga membantu kita memahami proses pembentukan dan evolusi galaksi.
Memahami kecerahan permukaan tidak hanya merupakan indikator terbaik untuk astronomi visual, tetapi juga membantu para astronom bekerja untuk mempelajari misteri alam semesta dan selanjutnya mengungkap sejarah pembentukan galaksi dan bintang. Dapatkah penelitian lebih lanjut membantu kita mengungkap misteri alam semesta yang lebih dalam?