Tikus berleher kuning (Apodemus flavicollis) adalah mamalia asli Eropa dan Asia Barat. Tikus ini telah lama tertukar dengan tikus pohon dan tidak diakui sebagai spesies independen hingga tahun 1894. Hewan pengerat ini dikenal karena bulu kuning di lehernya, dan telinga serta tubuhnya yang umumnya lebih besar.
Telinga berbentuk oval dan leher berbulu kuning merupakan ciri khas yang mengidentifikasi spesies ini, yang membuatnya relatif menonjol di hutan.
Dengan panjang tubuh sekitar 100 mm, tikus berleher kuning dapat dengan mudah memanjat pohon dan bahkan menghabiskan musim dingin di rumah-rumah selama musim dingin. Mereka sebagian besar ditemukan di daerah pegunungan di Eropa selatan, tetapi habitat mereka juga meluas ke Skandinavia dan beberapa bagian Inggris.
Tikus berleher kuning lebih menyukai hutan berdaun lebar yang sudah dewasa, terutama di tempat yang banyak terdapat pohon kacang seperti ek dan hazel. Tikus ini sering ditemukan di tepi pohon atau di semak-semak kecil, dan suka ditemukan di kebun buah dan perkebunan. Karakteristik ini menjadikan mereka anggota penting ekosistem, membantu menyebarkan benih.
Di habitatnya, tikus berleher kuning menyembunyikan makanan, seperti biji pohon ek dan hazel, yang membantu tanaman menyebar dan tumbuh subur seiring berjalannya waktu.
Tikus berleher kuning tidak berhibernasi, tetapi aktif sepanjang tahun dan sering berkumpul dengan individu lain untuk tetap hangat. Mereka ahli memanjat, bergerak bebas di antara pohon dan semak, dan menemukan habitat di gua-gua di pangkal pohon, lubang di batang pohon, batang pohon berlubang, dan sarang burung.
Saat tikus berleher kuning menyimpan makanan, mereka menggali sarang yang rumit di atas permukaan tanah dan waspada terhadap predator yang mendekat. Di beberapa tempat penyimpanan makanan, mereka menyimpan makanan di rongga-rongga di pohon, dan pohon-pohon ini berfungsi sebagai "tempat penyimpanan makanan" mereka untuk keadaan darurat. Ini menunjukkan kemampuan beradaptasi dan kecerdasan tikus berleher kuning.
Melalui strategi ini, tikus berleher kuning tidak hanya dapat secara efektif melindungi sumber makanannya, tetapi juga memanfaatkannya dengan benar saat dibutuhkan di masa mendatang.
Musim kawin berlangsung dari Februari hingga Oktober dengan interval yang sangat pendek. Tikus betina dapat kawin lagi sambil memberi makan anaknya, yang membuat tikus berleher kuning sangat mampu bereproduksi. Setiap kelahiran dapat melahirkan dua hingga sebelas anak, yang lahir di sarang yang terbuat dari bahan tanaman kering. Anak tikus mulai membuka mata setelah sekitar dua minggu dan disapih setelah sekitar delapan belas hari.
Tikus leher kuning dimangsa oleh banyak predator alami, termasuk burung hantu, rubah, dan cerpelai, dan mereka melompat untuk menghindari serangan. Perlu dicatat bahwa ketika ditangkap, ekor tikus leher kuning akan mudah putus karena kontraksi otot untuk menghindari kejaran predator.
Selain itu, tikus leher kuning memainkan peran ganda dalam menyebarkan penyakit, karena dapat membawa virus tetapi kebal terhadapnya. Mereka adalah salah satu inang alami virus Dobara, yang menyebabkan sindrom ginjal demam berdarah pada manusia.
Penelitian menunjukkan bahwa makhluk kecil ini tidak hanya menjadi bagian dari rantai makanan kecil dalam ekosistem, tetapi juga berpotensi menjadi pendorong penyebaran penyakit dalam skala besar.
Tikus berleher kuning umumnya terdistribusi dengan baik di habitat yang sesuai dan jumlahnya stabil. Menurut laporan, kepadatan populasi di Eropa Timur dapat mencapai seratus ekor per hektar. Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) menilai tikus berleher kuning sebagai spesies yang "tidak terlalu mengkhawatirkan", yang berarti tidak ada ancaman khusus terhadap statusnya saat ini di alam.
Jadi, dapatkah tikus berleher kuning yang kecil dan indah ini sekali lagi menarik perhatian dan kepedulian kita yang mendalam tentang perlindungan lingkungan ekologis dan risiko penyebaran penyakit?