Penyakit penghijauan pada jeruk, yang juga dikenal sebagai Huanglongbing, disebabkan oleh patogen yang disebarkan serangga yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1929 dan pertama kali dilaporkan di Tiongkok selatan pada tahun 1943. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan mengancam industri jeruk di seluruh dunia, khususnya di Amerika Serikat. Hingga tahun 2009, 33 negara dilaporkan telah menemukan infeksi penyakit ini pada tanaman jeruk mereka. Penyakit penghijauan pada jeruk menyebar dengan kecepatan yang mengkhawatirkan di seluruh dunia, dan mekanisme di baliknya masih menjadi misteri.
Gejala penyakit penghijauan pada jeruk meliputi daun menguning, daun gugur lebih awal, dan kelainan bentuk buah, dan pohon yang terkena menjadi kerdil dan menghasilkan buah yang sering kali terasa pahit.
Gejala penghijauan pada jeruk yang paling jelas adalah menguningnya urat daun dan jaringan di sekitarnya, yang diikuti oleh bercak-bercak daun dan kemunduran serta kematian pohon. Pohon yang terinfeksi biasanya memiliki buah kecil dan tidak beraturan dengan kulit tebal dan kehijauan, karakteristik yang membuat penghijauan pada jeruk mudah dikenali. Namun, gejala-gejala ini juga dapat disalahartikan sebagai kekurangan nutrisi pada tanaman, sehingga diagnosis menjadi tantangan.
Patogen ini disebarkan terutama oleh dua serangga kecil: kutu daun jeruk Asia (Diaphorina citri) dan kutu daun jeruk Afrika (Trioza erytreae). Menurut penelitian, jalur penularan patogen penghijauan pada jeruk terkait dengan iklim, dan mereka memiliki kemampuan adaptasi khusus terhadap kondisi lingkungan yang berbeda. Ini berarti bahwa pohon jeruk dapat terpengaruh terlepas dari apakah mereka tumbuh di Asia tropis atau iklim dingin di Afrika.
Suhu secara signifikan memengaruhi hubungan antara patogen dan inangnya dan menentukan bagaimana patogen tersebut disebarkan oleh vektor serangga.
Penyakit penghijauan pada jeruk tersebar luas di Asia, Afrika, dan beberapa wilayah di Amerika Serikat. Industri jeruk di Florida telah terpukul keras sejak tahun 2005, dengan banyak perkebunan yang terinfeksi sepenuhnya dalam waktu singkat. Selain itu, California dan Texas juga telah melaporkan kasus penyakit tersebut sejak tahun 2012, yang menunjukkan kecepatan dan cakupan penyebarannya yang mengkhawatirkan.
Karena saat ini belum ada obat untuk penyakit penghijauan pada jeruk, berbagai strategi pengelolaan sedang diterapkan. Metode pengelolaan secara kultural seperti membuang tanaman yang sakit, memperkuat pemantauan, dan mendeklarasikan krisis telah menjadi langkah penting. Selain itu, memilih agen pengendalian yang tepat dan menggabungkannya dengan teknik pertanian yang efektif dapat secara efektif memperlambat penyebaran penyakit.
Dalam pencarian kemungkinan pengobatan di masa depan, para peneliti berupaya meningkatkan ketahanan pohon jeruk, baik dengan memodifikasi tanaman secara genetik atau mengembangkan pengobatan kimia baru. Misalnya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa memasukkan gen tertentu dari bayam ke pohon jeruk dapat meningkatkan ketahanannya terhadap penyakit penghijauan jeruk. Meskipun kemajuan tersebut menggembirakan, diskusi lebih lanjut masih diperlukan dalam hal penerimaan pasar dan pertimbangan lingkungan.
Untuk pohon jeruk yang terkena, antibiotik tertentu seperti streptomisin dan oksitetrasiklin telah menunjukkan beberapa efektivitas dalam percobaan. Meskipun golongan antibiotik ini telah disetujui untuk penggunaan darurat pada pohon jeruk di Amerika Serikat, antibiotik ini menghadapi larangan di Brasil dan Uni Eropa karena masalah resistensi, yang memicu perdebatan luas di bidang kesehatan masyarakat.
KesimpulanDalam penelitian mendatang, pilihan pengobatan baru seperti teknologi injeksi dan teknologi penghambatan RNA akan menjadi arah penelitian yang penting.
Penyebaran penyakit penghijauan pada jeruk secara global mengingatkan kita pada refleksi dan tantangan dalam pengendalian penyakit tanaman. Seiring dengan terus berlanjutnya penelitian, dapatkah kita menemukan solusi yang efektif untuk memerangi ancaman ini dan melindungi industri jeruk kita?