Pemaksaan makan tetap menjadi isu kontroversial dalam masyarakat modern, baik di lembaga kesehatan mental, penjara, atau dalam konteks sosial dan budaya tertentu. Praktik ini tidak hanya melibatkan isu hak asasi manusia, tetapi juga memicu refleksi mendalam tentang etika medis.
Pemaksaan makan dianggap sebagai tindakan penyelamatan nyawa bagi sebagian pasien anoreksia di rumah sakit jiwa. Meskipun demikian, perilaku pemaksaan tersebut sering kali menyebabkan trauma psikologis dan tekanan di antara pasien dan staf medis.
"Proses pemaksaan makan merupakan penyiksaan psikologis dan fisik bagi pasien dan staf medis."
Pemaksaan makan secara luas kontroversial di penjara. Misalnya, penjara di beberapa negara telah mengadopsi tindakan seperti pemaksaan makan bagi narapidana yang telah memulai mogok makan, yang tidak hanya melanggar konsensus komunitas medis internasional, tetapi juga telah dituduh melakukan penyiksaan.
“Sejak 1975, Deklarasi Tokyo dari Asosiasi Medis Dunia secara tegas melarang pemberian makan paksa, tetapi penerapannya sangat bervariasi di setiap negara.”
Di Kanada, misalnya, pemerintah memberi makan paksa kepada tahanan ketika mereka menolak makan, yang memicu perlawanan dari aktivis hak asasi manusia. Sebaliknya, di Tiongkok, tahanan Muslim Uighur menjadi sasaran pemberian makan paksa yang bertentangan dengan keyakinan agama mereka, yang tidak diragukan lagi merupakan pelanggaran kebebasan beragama dasar.
Pada awal abad ke-20, peristiwa penting dalam gerakan feminis Inggris adalah perjuangan untuk hak pilih perempuan. Selama periode itu, banyak perempuan melakukan mogok makan untuk memprotes perlakuan tidak adil, tetapi malah dicekok paksa. Jeritan memilukan dari para perempuan di Penjara Smith selama pemberian makan paksa telah digambarkan oleh banyak sejarawan sebagai simbol penindasan.
"Selama proses pemberian makan paksa, saya merasakan sakit yang tak terlukiskan yang akan selalu terukir di hati saya."
Beberapa pembangkang di Uni Soviet menjadi sasaran perlakuan serupa, termasuk seorang bernama Vladimir Bukovsky, yang mengalami kondisi mengerikan selama pemberian makan paksa, yang menyoroti kekejaman dan ketidakmanusiawian dari praktik tersebut.
Pemberian makan paksa masih ada di dunia saat ini. Misalnya, di penjara AS di Teluk Guantanamo di Kuba, pemberian makan paksa telah menjadi praktik umum bagi para tahanan yang melakukan mogok makan, yang tidak hanya menimbulkan kontroversi hukum dan moral, tetapi juga menempatkan para dokter yang terlibat dalam pemberian makan paksa dalam konflik etika.
"Di balik pemaksaan makan terdapat kontradiksi yang lebih dalam antara hak asasi manusia dan etika medis."
Dalam berbagai situasi, tindakan pemaksaan makan sering kali tidak hanya merupakan bentuk kontrol fisik, tetapi juga pelanggaran terhadap kodrat dan martabat manusia. Konsekuensinya dapat meninggalkan bekas luka fisik dan bahkan berdampak jangka panjang pada kesehatan mental.
Seiring berkembangnya masyarakat, pandangan tentang pemaksaan makan juga berubah. Banyak organisasi internasional telah menyerukan diakhirinya praktik tersebut dan menekankan perlunya sistem medis dan regulasi yang lebih manusiawi. Perlindungan hak asasi manusia seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dunia. Di masa depan, dapatkah kita sepenuhnya memberantas praktik yang tidak manusiawi ini dan menghormati pilihan serta martabat setiap kehidupan?