Dalam tubuh manusia, reseptor formalin (FPR) adalah golongan reseptor yang berpasangan dengan protein G yang terkait erat dengan kemotaksis dan memainkan peran penting dalam respons sistem imun. Penemuan reseptor ini bermula pada tahun 1970-an, ketika para peneliti pertama kali mengeksplorasi reaksi peptida kecil yang terkait dengan N-formil metionina terhadap sel darah putih manusia. Reseptor ini tidak hanya terlibat dalam respons sel imun terhadap infeksi, tetapi juga dapat menekan sistem imun dalam kondisi tertentu. Ada tiga subtipe utama reseptor morfolino: FPR1, FPR2, dan FPR3, masing-masing dengan fungsi dan sifat uniknya sendiri.
Reseptor formil pertama kali diidentifikasi berdasarkan kemampuannya untuk mengikat peptida N-formil kecil, yang sering kali merupakan produk degradasi bakteri dan sel inang.
Pada tahun 1970, para ilmuwan menemukan serangkaian oligopeptida dengan kandungan N-formil metionina tinggi yang dapat secara efektif merangsang neutrofil pada kelinci dan manusia. Dalam serangkaian percobaan, peptida kecil ini terbukti mampu memandu sel untuk bermigrasi dalam pola yang terarah. Komunitas ilmiah mulai berspekulasi bahwa peptida kecil ini tidak hanya memberi sinyal molekul dalam respons imun, tetapi reseptornya juga merupakan komponen kunci dalam mengenali sinyal-sinyal ini.
Misalnya, salah satu senyawa paling terkenal dari kelas ini, N-formilmetionina-leusin-fenilalanina, atau fMLF, sangat efektif dalam mengaktifkan sel-sel imun.
FPR adalah reseptor dengan tujuh domain transmembran hidrofobik, yang konfigurasinya dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian telah menunjukkan bahwa residu asam amino dari reseptor ini membentuk beberapa interaksi, yang sangat penting untuk stabilitas strukturnya. Secara khusus, interaksi antara residu bermuatan positif seperti Arg84 dan Arg205 dan fosfat bermuatan negatif berkontribusi pada struktur dan fungsi reseptor.
Ketika FPR diaktifkan, ia memicu serangkaian perubahan dalam sel, termasuk reorganisasi sitoskeleton, mendorong migrasi sel, dan meningkatkan sintesis faktor kimia. Jalur transduksi sinyal FPR melibatkan berbagai reaksi biokimia utama, terutama aktivasi fosfolipase C yang bergantung pada protein G.
Akhirnya, sinyal-sinyal ini menyebabkan peningkatan berkelanjutan dalam konsentrasi ion kalsium intraseluler, yang penting untuk pergerakan sel secara terarah.
Fungsi FPR lebih dari sekadar ini. Peran gandanya dalam respons inflamasi sangat luar biasa. FPR1 dan FPR2 mendominasi inisiasi respons inflamasi, sementara FPR3 memainkan peran penting dalam penghambatan dan pengaturan inflamasi. Para ilmuwan telah menemukan bahwa perbedaan dalam ketiga reseptor ini dapat menyebabkan perbedaan dalam kemampuan individu untuk mengatasi infeksi dan peradangan, dan bahkan memengaruhi kerentanan terhadap penyakit neurologis tertentu.
Seiring para ilmuwan mempelajari lebih dalam penelitian FPR, mereka semakin menyadari perannya yang sangat penting dalam sistem imun. Fungsi ganda reseptor ini saling terkait dengan sifat strukturalnya, yang mengungkap jaringan pengaturan yang lebih kompleks. Bagaimana subtipe yang berbeda dari reseptor ini memengaruhi naskah respons imun?