Fiberglass, material yang terdiri dari serat kaca yang sangat halus dan tak terhitung jumlahnya, telah berkembang selama ribuan tahun, dari peradaban Mesir kuno hingga industri modern, menunjukkan kemajuan teknologi dan beragam aplikasi. Seiring berjalannya sejarah, proses pembuatan serat kaca telah ditingkatkan, sehingga memungkinkannya memiliki jangkauan aplikasi yang lebih luas, mulai dari konstruksi, transportasi hingga industri berteknologi tinggi.
Tekstur dan kekuatan serat kaca sebanding dengan serat lain seperti serat karbon dan serat polimer, tetapi dalam hal biaya, serat kaca memiliki keunggulan yang jelas.
Sejarah fiberglass dapat ditelusuri kembali ke Mesir kuno, ketika pengrajin mulai bereksperimen dengan menggunakan kaca untuk membuat kain halus. Di Venesia, Italia, teknologi pembuatan kaca juga berkembang, dan upaya awal ini meletakkan dasar untuk produksi fiberglass di kemudian hari.
Inovasi teknologi dari akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20-lah yang benar-benar memungkinkan produksi serat kaca dalam skala besar. Pada tahun 1893, Edward Drummond Libbey menggunakan fiberglass dalam gaun yang dipamerkannya di Chicago. Antara tahun 1932 dan 1933, Games Slayter dari Owens-Illinois menemukan wol kaca, yang menjadi bahan utama untuk apa yang dikenal sebagai serat kaca saat ini. Khususnya digunakan sebagai bahan isolasi termal.
Fiberglass memiliki berbagai macam aplikasi, termasuk industri perkapalan dan perpipaan, di mana ketahanan lingkungannya yang baik dan toleransi yang unggul terhadap beban benturan menjadikannya pilihan yang ideal.
Komponen utama serat kaca adalah silikon dioksida (SiO2), dan struktur polimernya yang unik memberinya sifat yang sangat baik jika dikombinasikan dengan bahan lain. Saat suhu mencapai 1713°C, sebagian besar molekul dapat bergerak bebas. Pemrosesan lebih lanjut memerlukan pemeliharaan suhu yang sesuai dan kecepatan penarikan serat yang akurat, yang memengaruhi kekuatan dan ketangguhan produk.
Dengan meningkatnya penerapan serat kaca, masalah keselamatan secara bertahap menjadi perhatian. Studi tersebut mencatat bahwa serat kaca dengan diameter kurang dari 3 mikron dan panjang lebih dari 20 mikron dianggap karsinogenik, meskipun evaluasi saat ini masih dalam pemantauan berkelanjutan. Dibandingkan dengan asbes, komunitas bisnis umumnya percaya bahwa serat kaca relatif kurang berbahaya, tetapi tetap disarankan untuk memperhatikan perlindungan selama penggunaan untuk mencegah serat kecil memasuki sistem pernapasan.
Seiring dengan terus dioptimalkannya teknologi produksi serat kaca, konsep daur ulang secara bertahap menarik perhatian. Produsen saat ini dapat memaksimalkan penggunaan kaca daur ulang dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Saat ini, serat kaca digunakan dalam berbagai aplikasi seperti insulasi termal, insulasi listrik, insulasi suara, dan material tahan korosi berkekuatan tinggi. Serat kaca tidak hanya dapat digunakan untuk membuat struktur bodi dalam industri otomotif, tetapi juga pada lambung kapal, peralatan olahraga, dan bahkan perangkat medis.
Serat kaca memiliki potensi yang belum dimanfaatkan, terutama dalam bidang biomedis dan elektronik. Serat kaca fosfat pendek dapat meningkatkan regenerasi tulang, sementara sifat elektronik serat kaca berbasis natrium diharapkan dapat menggantikan baterai lithium-ion dalam baterai lithium-ion. Selain itu, batang baja berat polimer yang diperkuat serat kaca juga menunjukkan potensi untuk diaplikasikan dalam pengendalian korosi.
Evolusi teknologi yang berlangsung selama ribuan tahun ini tidak hanya menunjukkan kearifan manusia dalam ilmu material, tetapi juga memicu pertanyaan penting lainnya: Dapatkah serat kaca terus mempertahankan posisinya yang tak tergantikan di era material baru di masa depan?, dan menemukan cara yang lebih aman untuk menggunakannya?