Hukum acara, yang juga dikenal sebagai hukum adjektiva, bertanggung jawab untuk menetapkan prosedur hukum, yang dengannya semua hukum yang relevan didengar dan diatur. Dalam semua jenis proses hukum (termasuk proses perdata, pidana, atau administratif), tujuan hukum acara adalah untuk memastikan keadilan dan konsistensi dalam semua kasus dan untuk memastikan proses hukum yang wajar atau keadilan fundamental. Ini berarti bahwa jika memungkinkan, pengadilan harus mengandalkan proses ini untuk menyelesaikan sengketa hukum dengan benar.
Tujuan hukum acara adalah untuk memastikan bahwa semua prosedur hukum dilakukan sesuai dengan prinsip keadilan, yang merupakan landasan penting dari legitimasi hukum.
Perbedaan antara hukum substantif dan hukum acara adalah bahwa yang pertama berurusan dengan hak dan kewajiban hukum yang sebenarnya, sedangkan yang kedua berurusan dengan prosedur hukum yang menyediakan hak dan kewajiban tersebut. Hak-hak prosedural tertentu, seperti hak untuk mengetahui, hak untuk mencari pertolongan, hak untuk menghadapi, dan sebagainya, merupakan bagian dari hak-hak dasar warga negara dan menempati posisi penting dalam hukum acara.
Hak-hak prosedural ini tercermin khususnya dalam hukum lingkungan, misalnya dalam Konvensi Aarhus 1998, yang menekankan pentingnya hak warga negara untuk memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam isu-isu lingkungan. Hal ini menunjukkan hubungan yang tidak terpisahkan antara hukum acara dan hak-hak sipil.
Prosedur hukum dirancang untuk mencapai proses hukum yang wajar, yang penting dalam semua proses hukum. Kecuali jika terjadi keadaan luar biasa, pengadilan tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang belum menerima pemberitahuan tentang tuduhan atau diberi kesempatan yang adil untuk mengajukan bukti. Prinsip ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap pihak memiliki kesempatan yang sama untuk membela diri.
Standarisasi prosedur hukum dimaksudkan untuk memastikan keadilan prosedur hukum semaksimal mungkin. Namun, aturan prosedural yang ketat ini juga menimbulkan beberapa tantangan.
Misalnya, batasan waktu yang ketat dapat mempercepat atau menunda proses hukum, dan pihak yang tidak terbiasa dengan hukum prosedural dapat kehilangan kesempatan untuk membela diri karena mereka tidak dapat mengikuti aturan ini. Hal ini menyoroti kompleksitas hukum prosedural dan kebutuhan akan profesional hukum.
Asal usul hukum prosedural dapat ditelusuri kembali ke Roma kuno, ketika prosedur hukum memiliki dampak yang mendalam pada sistem hukum Eropa berikutnya. Hukum prosedural Roma kuno terutama bergantung pada tindakan hukum tertentu (actio), yang menggabungkan unsur-unsur prosedural dan substantif, sehingga batas antara hukum prosedural dan hukum substantif menjadi tidak jelas.
Di Roma kuno, hubungan antara prasyarat prosedural dan hak substantif bersifat kompleks.
Seiring dengan perkembangan hukum, khususnya dengan kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jerman pada abad ke-19, perbedaan antara hukum prosedural dan hukum substantif mulai terbentuk. Pemisahan ini memengaruhi pemikiran hukum selanjutnya, yang mendorong para sarjana hukum dan pengacara untuk mengkaji ulang bagaimana hukum sebaiknya diterapkan.
Setelah memasuki abad ke-21, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, prosedur hukum juga menghadapi tantangan baru. Pengajuan bukti elektronik dan digitalisasi prosedur memerlukan penyesuaian lebih lanjut pada sistem hukum untuk beradaptasi dengan cara operasi baru. Bagaimana menyeimbangkan keadilan hukum dan efisiensi telah menjadi masalah mendesak yang harus dipecahkan oleh pengadilan modern.
Seiring dengan perubahan zaman, hukum acara masih menempati posisi penting dalam sistem hukum dan memengaruhi hak-hak hukum kita masing-masing.
Baik Anda seorang profesional hukum atau warga negara biasa, penting untuk memahami evolusi hukum acara dan bagaimana hukum acara memengaruhi hak-hak Anda. Karena hukum acara merupakan alat untuk menegakkan keadilan hukum, tindakan apa yang siap Anda ambil untuk melindungi hak-hak Anda saat menghadapi ketidakadilan?