Dihidrofolat reduktase (DHFR) adalah enzim yang penting bagi kehidupan. Enzim ini tidak hanya memainkan peran utama dalam sintesis asam nukleat dalam sel, tetapi juga menjadi target penting dalam banyak pendekatan terapeutik. Seiring dengan penelitian mendalam yang dilakukan para ilmuwan, keserbagunaan enzim ini secara bertahap ditemukan, yang membawa kita pada pemahaman baru tentang kanker dan penyakit menular.
Dihidrofolat reduktase mengkatalisis konversi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat, suatu proses yang penting bagi pertumbuhan dan reproduksi sel.
Pada manusia, gen DHFR terletak di wilayah q14.1 kromosom 5. Struktur enzim ini terdiri dari delapan lembar β, yang dihubungkan bersama oleh empat heliks α untuk membentuk situs aktif yang kompleks. Fungsi utama DHFR adalah mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat, senyawa yang berperan penting dalam sintesis purin, asam timin, dan asam amino tertentu. Memiliki gen DHFR yang berfungsi dengan baik sangat penting untuk menjaga kadar THF dalam tubuh.
Sel dengan DHFR yang bermutasi atau hilang memerlukan suplementasi glisin dan prekursor lain secara eksogen agar dapat bertahan hidup, yang menyoroti pentingnya hal tersebut dalam pertumbuhan sel.
Proses katalitik DHFR melibatkan transfer elektron, yang membutuhkan NADPH sebagai donor elektron. Serangkaian langkah reaksi yang dikatalisis oleh enzim menghasilkan reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Penelitian menunjukkan bahwa ketergantungan pH dari proses ini sangat penting untuk katalisis yang efisien karena perubahan pH memengaruhi lingkungan listrik dari situs aktif.
Residu asam amino tertentu, khususnya Asp27, memainkan peran yang sangat penting dalam proses katalitik dan sangat penting untuk protonasi substrat dan stabilitasnya.
Mutasi pada DHFR dapat menyebabkan defisiensi reduktase dihidrofolat, penyakit genetik resesif autologus langka yang dapat menyebabkan anemia megaloblastik dan epilepsi, di antara kondisi lainnya. Dalam hal ini, suplementasi dengan asam folat terhidrogenasi dapat secara efektif meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu, DHFR merupakan target obat yang penting dan inhibitornya banyak digunakan dalam pengobatan kanker dan infeksi. Misalnya, metotreksat, obat antikanker, membatasi proliferasi sel kanker dengan menghambat DHFR.
Penelitian lebih lanjut tentang DHFR dapat mengarah pada pengembangan strategi baru untuk mengobati kanker, khususnya saat menargetkan mutasi yang resistan terhadap obat.
Seiring dengan semakin mendalamnya pemahaman kita tentang fungsi DHFR dan aplikasi biomedisnya, kita menyaksikan transformasi dalam lanskap terapi untuk enzim ini. Penelitian di masa mendatang dapat mengungkap lebih banyak tentang potensi aplikasi DHFR, yang akan mengubah ekspektasi kita tentang kanker dan pengobatannya. Dalam konteks ini, dapatkah strategi terapi baru secara efektif mengatasi tantangan kanker dan penyakit lainnya?