Sel lemak (adiposit) merupakan jaringan penting untuk penyimpanan energi dalam tubuh. Proses pembentukannya disebut adipogenesis, yaitu proses yang penuh dengan rahasia dan tantangan regulasi gen. Adipogenesis terbagi menjadi dua tahap, yang pertama adalah tahap penentuan, diikuti oleh tahap diferensiasi terminal. Selama fase penentuan, sel punca mesenkim berubah menjadi sel prekursor lemak, yang sering disebut lipoblas atau preadiposit, di mana sel tersebut kehilangan potensinya untuk menjadi jenis sel lain (seperti potensi diferensiasi menjadi kondrosit, sel otot, dan osteosit.
Pada tahap diferensiasi terminal, preadiposit selanjutnya akan berubah menjadi adiposit dewasa, dan diferensiasi sel dalam proses ini diatur secara ketat oleh gen.
Sel lemak memainkan peran penting dalam homeostasis energi pada hewan dan menyimpan energi dalam bentuk trigliserida. Sel-sel ini membengkak ketika asupan energi melebihi pengeluaran dan bergerak ketika pengeluaran energi melebihi asupan. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai hormon kontra-regulasi, yang sangat sensitif terhadap adiposit. Insulin meningkatkan ekspansi sel, sementara adrenalin, glukagon, dan hormon adrenokortikotropik (ACTH) meningkatkan mobilisasi sel.
Selama adipogenesis, faktor transkripsi utama bertanggung jawab untuk mengatur transisi ekspresi gen, yang menyebabkan pola ekspresi sel pluripoten berubah menjadi pola ekspresi gen khusus adiposit. Di antara faktor-faktor tersebut, reseptor pengaktif proliferator peroksisom γ (PPARγ) dan protein pengikat penambah CCAAT (C/EBP) dianggap sebagai pengatur utama adipogenesis. Faktor transkripsi ini memainkan peran penting dalam perkembangan adiposit.
PPARγ dan C/EBPα tidak hanya merupakan pengatur utama adipogenesis, tetapi juga memengaruhi karakteristik adiposit setiap saat, seperti perubahan morfologi, akumulasi lipid, dan sensitivitas insulin.
Studi adipogenesis yang dilakukan secara in vitro biasanya menggunakan lini sel preadiposit yang telah terikat sebelumnya, seperti lini sel 3T3-L1 dan 3T3-F442A, atau preadiposit yang diisolasi dari zona vaskular stroma jaringan adiposa putih. Proses diferensiasi ini menunjukkan keteraturan yang baik.
Pertama, preadiposit yang berproliferasi berhenti tumbuh karena adanya inhibisi kontak, dan kemudian bentuknya berubah dari keadaan fibroblastik menjadi keadaan bulat, suatu proses yang disertai dengan induksi faktor transkripsi C/EBPβ dan C/EBPδ. Penelitian terkini telah menunjukkan bahwa ekspresi faktor-faktor ini meningkat sementara pada tahap awal, dan kemudian ekspresi PPARγ dan C/EBPα akan mendorong ekspresi gen yang terkait dengan karakteristik adiposit dewasa, seperti protein adiposit (aP2), reseptor insulin, gliserofosfodiesterase, dan lipopolisakarida. Dehidrogenase, dll.
Namun, hal ituSeringkali sulit untuk berhasil membedakan preadiposit dari garis preadiposit secara in vitro, menunjukkan kompleksitas dan tantangan dari proses ini.
PPARγ, sebagai pengatur utama adipogenesis, membentuk heterodimer dengan reseptor asam retinoat X (RXR), kemudian mengikat DNA dan mengaktifkan promotor gen hilir. Aktivasi PPARγ meningkatkan ekspresi gen spesifik adiposit.
C/EBP termasuk dalam kelas faktor transkripsi leusin ritsleting dasar, yang juga memainkan peran penting dalam adipogenesis. Sebagai faktor pemicu adipogenesis, cAMP dapat meningkatkan ekspresi C/EBPβ dan C/EBPδ. Peningkatan sementara faktor-faktor ini pada tahap awal diferensiasi akan mengaktifkan faktor transkripsi terkait adipogenesis seperti PPARγ dan C/EBPα.
Insulin mengatur adipogenesis melalui pensinyalan reseptor faktor pertumbuhan mirip insulin 1 (IGF1) dan mendorong induksi faktor transkripsi yang penting untuk diferensiasi terminal.
Jalur pensinyalan Wnt/β-mielin dapat menghambat adipogenesis dan mendorong diferensiasi sel punca mesenkimal menjadi sel otot atau sel tulang, sekaligus mencegah konversi ke jalur adipogenesis. Produksi protein morfogenetik tulang (BMP) dapat merangsang diferensiasi preadiposit, yang menunjukkan peran aktifnya dalam proses ini.
Selain itu, preadiposit yang menua terbukti menghambat produksi adiposit, yang merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan penurunan produksi lemak pada orang yang mengalami obesitas.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme adipogenesis, kita memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang regulasi genetik di balik proses ini. Studi-studi ini tidak hanya memberikan target baru untuk pengobatan obesitas dan penyakit metabolik terkait, tetapi juga membuat kita berpikir tentang apakah mekanisme molekuler ini, setelah sepenuhnya dipahami di masa mendatang, dapat berhasil diubah menjadi pilihan pengobatan untuk mengatasi tantangan kesehatan terkait obesitas?