Di dunia yang berubah dengan cepat saat ini, kesehatan kognitif telah menjadi topik yang sangat memprihatinkan. Seiring bertambahnya usia penduduk dan semakin umum terjadi gangguan kognitif, penilaian dan deteksi dini menjadi kuncinya. Dalam konteks ini, Penilaian Kognitif Montreal (MoCA) memainkan peran penting sebagai alat skrining yang banyak digunakan. Namun, apakah versi bahasa Inggris asli ini dapat secara akurat mencerminkan kemampuan kognitif dalam konteks berbagai bahasa dan budaya telah menjadi masalah yang perlu dieksplorasi.
MoCA diciptakan oleh Ziad Nasreddin pada tahun 1996 untuk mendeteksi gangguan kognitif ringan (MCI) dan penyakit Alzheimer dini. Tes ini terdiri dari 30 item dan biasanya memakan waktu 10 menit untuk diselesaikan. Meskipun versi asli telah divalidasi dan digunakan secara luas, ketika tes ini digunakan di berbagai negara, tes ini harus disesuaikan secara linguistik dan budaya untuk memastikan keakuratannya.
“Konten dasar MoCA mencakup memori jangka pendek, fungsi eksekutif, perhatian, dll. Namun, persyaratan ini mungkin perlu disesuaikan dalam konteks budaya dan bahasa yang berbeda.”
Tes MoCA mencakup berbagai bidang kognitif, termasuk daya ingat, kemampuan visual-spasial, dan bahasa. Desain butir-butir ini harus mempertimbangkan latar belakang budaya dan tingkat pendidikan subjek. Mengingat ada 46 versi bahasa MoCA di seluruh dunia, apakah ini berarti butir-butir tes dan skor standar tertentu akan bervariasi karena perbedaan budaya? Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan faktor budaya dapat memengaruhi hasil dan interpretasi tes. Versi Suraj-Jerman dari MoCA mungkin berdampak tidak adil pada orang-orang yang buta huruf atau berpendidikan rendah karena peserta tes ini mungkin tidak familier dengan pengetahuan latar belakang pertanyaan-pertanyaan tertentu.
"Data menunjukkan perbedaan signifikan dalam hasil tes MoCA antarnegara, yang mungkin mencerminkan pengaruh budaya dan pendidikan."
Efektivitas MoCA juga telah diverifikasi dalam banyak penelitian. Menurut penelitian tahun 2005, MoCA lebih sensitif dan spesifik daripada Mini-Mental State Examination (MMSE) yang lebih dikenal dalam mendeteksi gangguan kognitif ringan dan penyakit Alzheimer dini. Meskipun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa MoCA tidak bekerja sebaik yang diharapkan dalam beberapa kasus, MoCA tetap menunjukkan hasil yang lebih baik daripada MMSE dalam kebanyakan kasus.
Seiring dengan semakin banyaknya penggunaan MoCA, bidang kognitif yang dicakupnya juga semakin luas. Penelitian terkini menunjukkan bahwa MoCA juga dapat secara efektif menilai fungsi kognitif pada penyakit neurologis lainnya, seperti penyakit Parkinson dan gangguan kognitif vaskular.
"Beragamnya aplikasi MoCA menjadikannya alat yang ampuh untuk mengevaluasi berbagai penyakit neurologis."
Perlu dicatat bahwa meskipun MoCA digunakan dalam berbagai versi bahasa, tidak semua versi telah diverifikasi secara ketat. Versi tertentu yang spesifik secara budaya dan bahasa dapat menimbulkan risiko kesalahan diagnosis selama penggunaan. Misalnya, pasien dengan gangguan pendengaran mungkin memiliki skor yang lebih rendah pada tes MoCA, yang dapat menyebabkan diagnosis yang salah.
MoCA juga telah memicu diskusi dalam politik Amerika. Mantan Gubernur Carolina Selatan Nikki Haley pernah mengusulkan agar semua politisi yang berusia di atas 75 tahun harus menjalani pengujian MoCA. Usulan ini telah menarik perhatian publik, terutama terhadap Presiden Joe Biden dan mantan Presiden Donald Trump. Diskusi semacam itu telah memicu pemikiran dan kekhawatiran masyarakat tentang status kesehatan kognitif pejabat publik.
Singkatnya, sebagai alat penilaian kognitif yang penting, adaptasi MoCA dalam berbagai konteks bahasa dan budaya tidak diragukan lagi merupakan suatu tantangan. Bagaimana memastikan kewajaran dan efektivitas pengujian tersebut merupakan pertanyaan yang layak untuk dipertimbangkan secara mendalam. Apakah ini merupakan pengujian kebijaksanaan dokter atau memerlukan diskusi dan pemahaman yang lebih luas dari masyarakat?