Anak CODA (Children of Deaf Adults) yang tumbuh di antara dua budaya menghadapi banyak tantangan dan peluang. Anak-anak ini berkelana di antara dunia yang dapat mendengar dan dunia yang dapat mendengar, sering kali berperan sebagai jembatan dan langsung berkomunikasi dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda. Namun, identitas ini juga menimbulkan beberapa kesulitan, yang mendorong diskusi yang lebih mendalam tentang proses pertumbuhan mereka.
Bagi banyak anak CODA, identitas mereka tidak hanya sekadar “dapat mendengar” atau “tuli.” Mereka sering menganggap diri mereka CODA, dan identitas ini memungkinkan mereka untuk beralih di antara dua budaya dengan mudah. Anak-anak ini tumbuh di lingkungan yang beragam. Mereka mungkin berkomunikasi dengan orang tua yang dapat mendengar dalam bahasa isyarat di rumah, dan menggunakan bahasa lisan untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang dapat mendengar di dunia luar. Metode komunikasi ganda ini memberi anak-anak CODA keuntungan unik dalam memahami dua budaya, tetapi juga dapat menyebabkan kebingungan tentang identitas.
Banyak anak CODA merasa dirinya memiliki garis kabur antara pendengaran dan tuna rungu, yang membuat pola asuh mereka penuh dengan kontradiksi.
Ketika tidak ada lingkungan di rumah yang menggunakan bahasa lisan, anak CODA mungkin mengalami keterlambatan dalam pembelajaran bahasa. Mereka sering kali bergantung pada paparan komunitas pendengaran di usia dini untuk menerima masukan bahasa yang benar di sekolah dan situasi sosial lainnya. Selain itu, peran anak CODA tampaknya seperti penerjemah dalam keluarga. Mereka sering kali diminta untuk menjelaskan konten yang belum matang secara emosional atau kognitif kepada orang tua mereka yang tuna rungu, seperti menjelaskan diagnosis medis dan hal-hal lain kepada orang tua mereka, yang dapat menyebabkan beban psikologis yang cukup besar.
Karena stereotip tentang keluarga tuna rungu, anak CODA sering kali harus menanggung isolasi dan prasangka tambahan dalam situasi sosial tertentu.
Meskipun anak-anak CODA menghadapi berbagai tantangan, lingkungan bikultural mereka juga memberi mereka keuntungan yang unik. Mereka biasanya mampu menguasai bahasa isyarat dan bahasa lisan dengan baik, dan dalam prosesnya, banyak anak CODA menunjukkan kemampuan bahasa yang cukup tinggi. Selain itu, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang inklusif memberi mereka fleksibilitas psikologis dan kemampuan beradaptasi yang kuat dalam menghadapi kesulitan. Hal ini memungkinkan banyak anak CODA untuk dengan percaya diri memasuki situasi sosial dan berinteraksi dengan berbagai kelompok orang dalam skala yang lebih besar.
Beberapa organisasi pendukung, seperti CODA dan KODAheart, menyediakan wadah bagi anak-anak CODA untuk saling terhubung dan membantu mereka berbagi pengalaman dan tantangan pertumbuhan mereka. Pembentukan organisasi-organisasi ini membuat anak-anak CODA tidak lagi kesepian dan menambah jaringan pendukung kehidupan mereka. Di lingkungan ini, anak-anak CODA dapat berbagi cerita dan menerima dukungan emosional, sehingga meningkatkan rasa identitas diri mereka.
Identitas budaya anak-anak CODA merupakan proses yang kompleks dan terus berubah. Saat mereka tumbuh dewasa, banyak anak CODA mengeksplorasi hubungan mereka dengan kedua budaya, yang berarti mereka mungkin mencari keseimbangan untuk menemukan tempat mereka dalam budaya yang dapat mendengar dan tuli. Hal ini juga memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan empati yang lebih besar dan pemahaman yang lebih dalam tentang berbagai latar belakang budaya.
Tantangan dan peluang yang dihadapi oleh anak-anak CODA tidak hanya memengaruhi pertumbuhan mereka, tetapi juga memainkan peran penting dalam pertukaran lintas budaya di masa mendatang dalam masyarakat.
Proses pertumbuhan anak-anak CODA penuh dengan tantangan dan peluang. Mereka bergerak bebas di antara dua budaya. Bagaimana menemukan keseimbangan dan membangun identitas mereka sendiri akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan mereka. Akankah latar belakang yang beragam tersebut menjadi penghubung untuk lebih banyak pertukaran lintas budaya di masa mendatang?