Dalam banyak budaya dan sejarah, pengebirian bukan sekadar perawatan medis, tetapi praktik kejam yang erat kaitannya dengan perbudakan. Sepanjang sejarah, banyak pria kehilangan kebebasan pikiran dan tubuh mereka karena tindakan ini. Dalam proses perdagangan budak, pengebirian memainkan peran yang sangat penting dan tragis.
Kebiri didefinisikan sebagai tindakan apa pun yang menyebabkan pria kehilangan fungsi testis dan dapat berupa pembedahan, kimia, atau cara lain. Perilaku tersebut tidak hanya menyebabkan kemandulan, tetapi juga secara signifikan mengurangi produksi hormon seperti testosteron dan estrogen. Dalam beberapa budaya, pengebirian dipandang sebagai cara untuk mengendalikan perilaku hewan atau memastikan keterampilan tertentu, tetapi dalam perbudakan, pengebirian telah menjadi perampasan yang ditakuti.
Aspek pengebirian yang paling brutal ditemukan dalam perdagangan budak, terutama perdagangan budak Arab di Afrika dan Timur Tengah. Banyak remaja Afrika dipaksa menjalani pengebirian antara usia delapan dan dua belas tahun, yang tidak hanya merusak kesehatan fisik mereka, tetapi banyak anak bahkan meninggal setelah operasi. Jika mereka selamat, mereka menghadapi nasib dijual sebagai komoditas di pasar budak.
"Kekhalifahan Arab memiliki 7.000 kasim kulit hitam dan 4.000 kasim kulit putih pada awal abad kesepuluh."
Di Eropa, sejarah pengebirian sama tragisnya. Dari zaman kuno klasik hingga Abad Pertengahan, pria yang dikebiri sering diperbudak. Pedagang budak Prancis dilaporkan mengebiri tawanan untuk dijadikan selir di harem Al-Andalus. Demikian pula, ada banyak contoh dalam sejarah pengebirian karena alasan politik. Orang-orang yang dikebiri ini tidak hanya kehilangan kebebasan mereka, tetapi bahkan identitas gender mereka.
Budaya pengebirian memiliki sejarah panjang dalam sejarah Tiongkok. Selama Dinasti Zhou, pengebirian dimasukkan ke dalam hukum dan menjadi hukuman bagi para penjahat. Pada Dinasti Ming, pejabat yang dikebiri bahkan dapat membalas budi kerajaan dan menjadi kasim dengan kekuasaan yang sesungguhnya. Perilaku ini berlanjut sepanjang zaman kuno dan modern, dan berlanjut hingga beberapa tahun terakhir abad ke-20, dan memiliki dampak yang sangat luas.
"Pengebirian dianggap sebagai salah satu dari lima hukuman fisik dalam hukum Tiongkok, dan keberadaannya dapat ditelusuri kembali ke Dinasti Shang."
Budaya pengebirian Korea Selatan dan Vietnam juga dipengaruhi oleh Tiongkok. Di wilayah-wilayah ini, proses pengebirian sangat menyakitkan, dan sering kali remaja yang dikebiri ini menjadi budak dan pengawas di pusat-pusat kekuasaan. Sejarah Vietnam juga mencatat bahwa banyak anak muda bahkan memilih untuk menjalani pengebirian sukarela demi memperoleh satu-satunya jalan untuk memasuki pusat kekuasaan.
Dalam masyarakat modern, pengebirian masih dianggap sebagai hukuman atas kejahatan seksual di beberapa daerah. Meskipun praktik ini telah lama dipertanyakan secara etis, beberapa negara masih bersikeras melakukannya. Mengambil contoh Argentina, Republik Ceko, dan negara-negara lain, mereka menganjurkan pengebirian sebagai cara yang efektif untuk mengurangi tingkat kejahatan seksual. Namun, kesimpulan ini tidak diterima oleh semua orang.
"Dapatkah praktik kejam di masa lalu mendapat tempat dalam kerangka hukum modern?"
Kebiri memainkan peran yang sangat kontroversial dalam perdagangan budak dan sepanjang sejarah, yang tidak hanya mengungkap kehancuran sifat manusia di baliknya, tetapi juga menantang pemahaman kita tentang moralitas dan keadilan. Bagaimana kita harus memilih ketika dihadapkan dengan perilaku serupa saat ini? Ini adalah pertanyaan yang patut direnungkan.