Proses peleburan terjadi di sekitar kita. Baik itu kepingan salju yang mencair menjadi air atau es batu yang mencair menjadi minuman, proses peleburan disertai dengan fenomena ilmiah yang aneh. Prinsip termodinamika yang terlibat dalam proses ini memberi kita pemahaman yang mendalam tentang bagaimana energi diubah antara wujud materi. Dalam termodinamika, konversi energi ini disebut "panas peleburan", yaitu panas yang dibutuhkan untuk berubah ke wujud cair, tetapi ada fitur khusus, yaitu, suhu tetap konstan selama proses peleburan.
Panas peleburan, atau panas laten, adalah panas yang diserap oleh suatu zat saat mencair tanpa menyebabkan perubahan suhunya. Ketika zat padat berubah menjadi cair, suhu zat tetap konstan meskipun pasokan panas eksternal meningkat. Fenomena ini terjadi karena selama proses peleburan, struktur molekul zat berubah, tetapi energi digunakan untuk mengatasi tarikan antar molekul alih-alih meningkatkan suhu.
"Panas peleburan adalah energi yang dibutuhkan saat suatu zat berubah dari wujud padat menjadi wujud cair. Pada tahap ini, perubahan jarak dan gerakan antar molekul merupakan kunci untuk mendorong proses ini."
Ambil air sebagai contoh. Saat es batu (0°C) mulai mencair, ia perlu menyerap sekitar 333,55 kJ panas, sementara suhu air tetap pada 0°C selama proses berlangsung. Hal ini karena selama proses ini, energi termal digunakan untuk meningkatkan energi kinetik molekul, yang memutus ikatan timbal balik struktur padat. Baru setelah es berubah sepenuhnya menjadi air, panas yang ditambahkan secara bertahap meningkatkan suhu air.
Kalor laten tidak terbatas pada pencairan air, prinsip yang sama berlaku untuk zat lain. Misalnya, pada tekanan dan suhu tertentu, kalor peleburan helium (He) bahkan negatif, yang berarti helium perlu menyerap energi kalor saat membeku. Anomali ini telah memicu penelitian mendalam oleh para ilmuwan. Karakteristik kalor laten ini menunjukkan bahwa zat yang berbeda memiliki permintaan dan pelepasan energi kalor yang berbeda saat berubah wujud.
"Proses peleburan helium-3 dan helium-4 sangat berbeda dari peleburan zat tradisional, sehingga memungkinkan orang untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang fisika suhu rendah."
Kalor peleburan memiliki aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan penelitian ilmiah. Dalam kimia, kalor peleburan dapat digunakan untuk memperkirakan kelarutan suatu zat dalam larutan. Dalam larutan ideal, fraksi mol zat terlarut berkaitan erat dengan kalor peleburan dan titik leleh zat padat. Misalnya, saat melarutkan asetaminofen dalam air, sifat-sifat panas fusi dapat digunakan untuk menghitung kelarutan dengan lebih akurat, yang tidak hanya penting untuk eksperimen kimia, tetapi juga sangat penting bagi industri farmasi.
Saat kita memanaskan benda padat hingga mencapai titik lelehnya, molekul-molekul dalam benda padat memperoleh energi kinetik yang cukup untuk memutus gaya interaksi yang membatasi gerakannya dan memasuki keadaan cair. Dalam proses ini, panas fusi menyediakan energi yang dibutuhkan, dan suhu tetap konstan selama periode ini hingga benda padat sepenuhnya berubah menjadi cairan, yang mengandung hukum dasar termodinamika.
"Keberadaan panas fusi menyingkapkan perlunya dan konversi energi antara keadaan materi, yang merupakan bagian integral dari fisika dan kimia."
Kekhususan proses peleburan melampaui bentuk hingga pemahaman ilmiah yang lebih dalam. Kita menyadari bahwa ketika suatu zat meleleh, penyerapan energi panas tidak hanya membuat molekul lebih aktif, tetapi juga mengubah struktur internalnya. Fitur ini melibatkan lebih dari sekadar air, jadi perubahan unik apa yang akan dialami zat lain selama proses peleburan?