Pada tanggal 19 September 1985, gempa bumi dahsyat terjadi di Kota Meksiko, dengan episentrum yang terletak di pantai Pasifik ratusan kilometer jauhnya dari kota tersebut. Meskipun episentrumnya jauh, gempa bumi tersebut menyebabkan kerusakan besar di dalam kota dan mendorong pemikiran ulang tentang perambatan gelombang seismik dan desain seismik bangunan. Dengan terjadinya bencana, para ilmuwan telah memperoleh pemahaman baru tentang perilaku perambatan gelombang seismik dalam kondisi geologi yang berbeda, terutama efek amplifikasi geologi dangkal pada percepatan gempa bumi.
Studi menemukan: Gerakan seismik di permukaan tanah dapat diperkuat dengan kuat jika kondisi geologi tidak mendukung (misalnya sedimen).
Efek lokasi gempa bumi mengacu pada fenomena bahwa gelombang seismik diperkuat dalam lapisan geologi permukaan. Selama proses perambatan, ketika gelombang seismik mencapai antarmuka lapisan geologi yang berbeda, akan terjadi refleksi dan refraksi, yang mengakibatkan perubahan amplitudo gelombang. Terutama dalam situasi seperti cekungan sedimentasi aliran, fenomena ini lebih signifikan, yang selanjutnya memengaruhi kinerja seismik bangunan.
Dalam kasus Kota Meksiko, meskipun episentrum gempa bumi terletak jauh, ketika gelombang seismik mencapai kota, gelombang tersebut menyebabkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya karena amplifikasi gelombang oleh sedimen di bawah permukaan. Investigasi menunjukkan bahwa stasiun Campos yang dekat dengan episentrum mencatat percepatan 150 sentimeter per detik, sedangkan stasiun Teacalco yang berjarak 200 kilometer dari episentrum hanya mencatat 18 sentimeter, yang dengan jelas mencerminkan redaman selama perambatan gelombang seismik.
Setelah melewati cekungan sedimen, gelombang seismik di Kota Meksiko memantul dan memicu efek resonansi, yang secara signifikan meningkatkan percepatan seismik.
Saat membahas efek lokasi gempa, kita juga dapat melakukan analisis teoritis berdasarkan struktur berlapis kerak bumi. Dengan asumsi lapisan sedimen khusus di atas setengah ruang elastis yang seragam, gelombang seismik dipantulkan dan dibiaskan pada antarmuka ini. Dalam kasus ini, kita dapat memperkirakan secara matematis perubahan amplitudo gelombang pada frekuensi yang berbeda, terutama dalam hal ketebalan dan kecepatan gelombang lapisan sedimen di atasnya.
Efek lokasi gempa yang serupa telah mendorong penelitian ekstensif di kota-kota lain seperti Caracas. Di kota tersebut, tepi cekungan sedimen meningkatkan perambatan gelombang permukaan selama gempa bumi. Analisis menunjukkan bahwa efek girasi seperti itu dapat menyebabkan gelombang seismik meningkat amplitudonya hingga lima hingga sepuluh kali lipat dari yang biasanya terjadi.
Ketika kontras kecepatan antara lapisan sedimen dan zona udara cukup besar, efek amplifikasi gelombang seismik akan menjadi lebih jelas.
Gempa bumi Kota Meksiko tahun 1985 tidak hanya mengungkap perbedaan dalam perambatan gelombang seismik dalam kondisi geologi yang berbeda, tetapi juga mengubah cara berpikir tentang desain seismik dalam proyek konstruksi. Insinyur dan ilmuwan mulai lebih memperhatikan dampak kondisi geologi pada efek amplifikasi gelombang seismik, yang juga mendorong kemajuan rekayasa gempa bumi dan penelitian pencegahan bencana. Apakah kita masih dapat mengabaikan dampak mendalam dari sifat geologi pada gempa bumi saat merancang bangunan dan infrastruktur perkotaan saat ini?