Dengan kemajuan sains dan teknologi, ilmuwan iklim secara bertahap mengungkap misteri pemanasan global.Penelitian menunjukkan bahwa sejak tahun 1971, lautan telah menyerap lebih dari 90% energi berlebih dunia.Sosok yang menakjubkan ini telah menarik perhatian global karena pemanasan lautan akan memiliki dampak mendalam pada ekosistem dan sistem iklim.Jadi, aktivitas manusia seperti apa yang membuat lautan begitu panas?
Lautan menyerap sebagian besar panas berlebih dari atmosfer, menjadikannya penyimpanan panas terbesar di Bumi.
Menurut penelitian ilmu iklim, kandungan panas laut (OHC) mengacu pada energi termal yang disimpan di laut, yang terkait erat dengan perubahan suhu laut.Ketika suhu laut naik, lautan juga mulai melepaskan kehangatan, yang telah memperburuk proses pemanasan global.Dari tahun 2003 hingga 2018, peningkatan panas 2.000 meter di Samudra Atas lebih cepat dari sebelumnya, yang tidak diragukan lagi terkait erat dengan gas rumah kaca yang dipancarkan oleh manusia.
Data komprehensif dari banyak tempat di seluruh dunia, sebagian besar pemanasan laut disebabkan oleh aktivitas manusia.Kegiatan -kegiatan ini termasuk pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi dan produksi gas rumah kaca lainnya.Peningkatan gas rumah kaca tidak hanya membuat atmosfer lebih panas, tetapi juga meningkatkan kapasitas panas laut, menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam panas yang diserap oleh laut.
Kapasitas panas air laut jauh lebih besar daripada gas, jadi bahkan di permukaan, laut dapat menyimpan lebih banyak energi.
Perubahan seperti itu telah membawa banyak dampak ekologis.Samudra yang menghangat secara langsung mengarah pada pemutihan karang, yang merupakan ancaman bagi spesies yang mengandalkan ekosistem terumbu karang.Selain itu, habitat spesies yang berbeda juga berubah karena kenaikan suhu air, memaksa mereka untuk bermigrasi ke daerah yang lebih dingin.
Selain pengaruh ekologis, pemanasan laut juga mempromosikan kenaikan permukaan laut.Menurut penelitian terbaru, ekspansi termal lautan menyebabkan permukaan laut naik 30% menjadi 40% antara tahun 1900 dan 2020.Peningkatan seperti itu menimbulkan potensi ancaman terhadap daerah pesisir dataran rendah, dan banyak negara berada di bawah tekanan untuk bermigrasi.
Ekspansi termal dan peleburan lapisan es adalah faktor utama kenaikan permukaan laut.
Kapasitas termal lautan menjadikannya sistem keseimbangan termal bumi.Melalui pertukaran panas antara laut dan atmosfer, lautan tidak hanya menjadi reservoir energi panas, tetapi juga dapat mengalokasikan aliran energi dari sistem iklim.Namun, ketika suhu terus meningkat, keseimbangan ini dalam bahaya keruntuhan, dan peristiwa cuaca ekstrem di masa depan seperti gelombang panas dan badai juga dapat meningkatkan frekuensi.
Sementara kita sudah tahu bahwa perubahan panas di laut terkait dengan aktivitas manusia, bagaimana secara efektif menangani tantangan ini tetap menjadi masalah besar.Pemerintah dan organisasi internasional perlu memperkuat kerja sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan sehingga pemanasan laut dan dampaknya dapat dikekang.
Sebagai "mesin panas" bumi, perubahan suhunya adalah salah satu indikator pemanasan global.
Saat lautan global memecahkan rekor panas lagi pada tahun 2023, ini berarti tindakan kita harus lebih bersatu dan menentukan.Dari data penelitian, kita dapat melihat bahwa tren keseluruhan di atas tidak hanya melibatkan masalah ekologi dan iklim, tetapi juga mempengaruhi keuangan, masyarakat dan hubungan internasional.Untuk secara efektif mengatasi pemanasan global, apakah kita benar -benar siap untuk mengambil tindakan untuk menghindari konsekuensi bencana dari pemanasan lautan yang berkelanjutan?