Prunus mahaleb adalah pohon ceri unik yang bijinya digunakan untuk membuat rempah-rempah, sehingga pohon ini memiliki tempat di dunia kuliner. Rempah-rempah ini tidak hanya memiliki rasa yang istimewa, tetapi juga membawa sejarah dan budaya peradaban kuno serta berhubungan erat dengan berbagai masakan. Artikel ini membahas latar belakang pohon-pohon ini dan peran pentingnya dalam gastronomi.
Pohon mahaleb adalah pohon peluruh yang biasanya tumbuh setinggi 2 hingga 10 meter, dengan cabang-cabang yang tebal dan kulit berwarna abu-abu kecokelatan. Pohon ini menghasilkan bunga-bunga kecil berwarna putih pucat di sekitar musim semi dan berbuah di musim panas.
Aroma bunga Mahaleb yang kuat menarik lebah, yang memungkinkan mereka untuk bereproduksi.
Saat buahnya matang, buah kecil di pohon akan berubah dari hijau menjadi ungu atau hitam, tetapi buahnya terasa sangat pahit dan tidak cocok untuk dikonsumsi manusia secara langsung.
Pohon mahaleb memiliki sejarah panjang terkait dengan peradaban kuno. Menurut catatan sejarah, pohon ini mungkin adalah pohon ḫalub
yang disebutkan dalam teks-teks Sumeria awal, yang pada zaman kuno dihargai karena manfaat obat dari pohon dan buahnya.
Nama Mahaleb sering muncul dalam literatur Arab, terutama dalam literatur Islam abad pertengahan, yang digunakan untuk menggambarkan buah ceri dengan rasa dan aroma yang unik.
Budidaya dan penggunaan mahaleb juga dijelaskan secara rinci dalam tulisan-tulisan sarjana Arab Ibn Awam, yang cukup untuk menunjukkan statusnya dalam budaya makanan saat itu.
Dalam masakan masa kini, biji mahaleb digiling menjadi bubuk dan digunakan untuk meningkatkan cita rasa berbagai hidangan penutup, seperti roti manis Turki çörek
, Yunani tsoureki
, dan Armenia chorak
. Rasa rempah ini sering digambarkan sebagai aroma almond pahit yang dicampur dengan ceri, sehingga menjadikannya penambah rasa yang unik dalam hidangan penutup.
Biji mahaleb menghadirkan aroma dan cita rasa yang unik pada hidangan manis.
Namun, konsumsi mahaleb tidak terbatas pada hidangan penutup. Kayunya keras dan sering digunakan dalam pembuatan furnitur, dan bahkan beberapa alat musik tiup tradisional dibuat dari kayu mahaleb. Selain itu, kulit dan biji pohon tersebut memiliki khasiat obat yang potensial, yang mungkin dapat melawan peradangan dan meningkatkan pelebaran pembuluh darah.
Saat ini, meskipun budidaya pohon mahaleb sebagian besar terpusat di wilayah Kekaisaran Ottoman lama, seperti Suriah, pohon ini juga telah diperkenalkan dan dibudidayakan secara luas di bagian lain dunia, seperti Amerika Utara dan beberapa negara Eropa. Baik digunakan sebagai pohon hias dalam hortikultura atau sebagai bumbu dalam masakan, pohon mahaleb masih memegang tempat penting dalam budaya saat ini dan memungkinkan orang untuk menelusuri asal usulnya yang kuno.
Budidaya dan penggunaan mahaleb memungkinkan kita untuk menghubungkan warisan budaya masa lalu dengan kreasi gastronomi kontemporer.
Seiring dengan pemahaman manusia tentang rasa yang terus mendalam, nilai pohon Mahaleb dan kisah budaya di baliknya dapat menginspirasi kita untuk berpikir tentang peradaban kuno. Ketika kita mencicipi rempah-rempah mahaleb, dapatkah kita juga memperoleh wawasan tentang pengaruh pengetahuan kuno ini pada masakan modern?