Seiring meningkatnya perhatian dunia terhadap isu perubahan iklim, emisi karbon dioksida (CO2) yang disebabkan oleh aktivitas manusia telah menjadi indikator utama untuk memantau kesehatan lingkungan. Menurut basis data EDGAR dari Komisi Eropa dan Badan Penilaian Lingkungan Belanda, emisi CO2 global mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2023. Tren ini telah berubah secara signifikan sejak tahun 2000. Data ini tidak hanya membantu para ilmuwan memahami status lingkungan saat ini, tetapi juga memberikan dukungan yang diperlukan bagi para pembuat kebijakan.
Pada tahun 2023, emisi gas rumah kaca global akan mencapai 53,0 GtCO2eq, meningkat 1,9% dibandingkan dengan tahun 2022.
Menurut data tahun 2023, 73,7% dari total emisi global adalah karbon dioksida dari bahan bakar fosil. Tiongkok, Amerika Serikat, India, 27 negara Uni Eropa, Rusia, dan Brasil merupakan penghasil emisi terbesar di dunia pada tahun 2023. Bersama-sama, negara-negara ini menyumbang 49,8% dari populasi global dan 63,2% dari PDB global, yang menunjukkan hubungan yang kompleks antara pembangunan ekonomi dan meningkatnya emisi karbon dioksida.
Pada tahun 2023, India akan mengalami peningkatan emisi terbesar dibandingkan tahun 2022, yaitu mencapai 6,1%. Pertumbuhan emisi absolut Tiongkok adalah 784 MtCO2eq.
Namun, data tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan tanggung jawab lingkungan suatu negara. Meskipun Tiongkok merupakan penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia, emisi per kapitanya akan mencapai 9,24 ton pada tahun 2023, yang jauh berbeda dari Amerika Serikat yang mencapai 13,83 ton. Terlebih lagi, emisi Palau per orang mencapai 62,59 ton, yang menunjukkan perbedaan besar dalam alokasi sumber daya dan beban lingkungan antara berbagai negara. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang patut direnungkan: Haruskah emisi per kapita digabungkan dengan total emisi untuk menilai dampak lingkungan suatu negara?
Menurut sebuah makalah oleh Panel Internasional tentang Perubahan Iklim (IPCC), karbon dioksida adalah gas rumah kaca buatan manusia yang paling penting, dan kontribusinya terhadap pemanasan global tidak dapat diremehkan.
Pemanasan global berdampak besar pada iklim, termasuk peningkatan kejadian cuaca ekstrem dan kekeringan serta banjir yang lebih sering terjadi. Iklim di banyak wilayah mengalami perubahan signifikan, dengan mencairnya lapisan es kutub dan naiknya permukaan air laut yang mengancam wilayah pesisir. Menurut laporan IPCC, suhu rata-rata global telah meningkat sebesar 1,1°C sejak era industri. Jika tren ini tidak dikendalikan, konsekuensinya di masa mendatang mungkin lebih serius.
Pada tahun 2023, emisi kumulatif akan tetap tinggi, yang berarti dunia sangat perlu mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk memerangi perubahan iklim. Target pengurangan emisi dapat dicapai dengan lebih baik jika setiap negara mendistribusikan tanggung jawab emisinya secara merata. Pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendorong pengembangan energi terbarukan melalui panduan kebijakan dan inovasi teknologi.
Dalam beberapa tahun terakhir, seruan dari komunitas internasional semakin mendesak, dan kegiatan aksi iklim telah sering dilakukan di seluruh dunia. Telah menjadi prioritas utama untuk mengeksplorasi cara mengurangi emisi karbon dioksida dari semua tingkatan.
Namun, perlu dicatat bahwa menilai tanggung jawab lingkungan suatu negara hanya berdasarkan emisi domestik dapat mengabaikan emisi karbon yang terkandung dalam perdagangan global. Beberapa bagian Asia dan Afrika mungkin menghasilkan CO2 terutama untuk memenuhi permintaan konsumen di Eropa dan Amerika Utara. Oleh karena itu, mengungkap hubungan antara perdagangan komoditas dan emisi dapat membantu kita lebih memahami dinamika emisi global.
Secara keseluruhan, tren peningkatan emisi CO2 global pada tahun 2023 membuat kita menyadari bahwa komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tidak hanya membutuhkan kerja sama antarnegara, tetapi juga membutuhkan pemikiran ulang tentang tanggung jawab masing-masing. Dengan munculnya metode pemantauan berbasis teknologi yang lebih banyak, pengamatan data karbon dioksida dari luar angkasa akan menjadi kenyataan di masa depan. Ini akan membantu memberikan pemahaman yang lebih akurat tentang emisi global dan memungkinkan perencanaan pengurangan emisi yang terarah.
Dengan latar belakang ini, kita tidak dapat menahan diri untuk bertanya-tanya: Dapatkah umat manusia mencapai konsensus dan bekerja sama untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim global?