Di planet kita, banyak spesies organisme dapat bertahan hidup di lingkungan yang keras, tetapi hanya sedikit yang menunjukkan kemampuan beradaptasi yang luar biasa seperti spirulina. Sebagai sejenis alga halus, nama ilmiah Spirulina adalah Arthrospira. Mereka adalah mikroorganisme fotosintetik berwarna biru-hijau yang biasanya hidup di lingkungan dengan kadar garam dan alkali yang tinggi, serta lingkungan dengan kadar kalium yang tinggi. Hal ini membuat orang bertanya-tanya, bagaimana alga ini dapat tumbuh subur di lingkungan yang ekstrem seperti itu?
Spirulina terdiri dari tiga spesies utama, yaitu A. platensis, A. fusiformis, dan A. maxima. Spesies ini sebagian besar menghuni danau asin atau alkali di daerah tropis dan subtropis. Mereka membutuhkan nilai pH tertentu untuk tumbuh dan berkembang, biasanya di atas 8,5, dan tumbuh subur pada suhu sekitar 30°C.
Lingkungan pertumbuhan Spirulina biasanya berupa air dengan kadar natrium hidroksida yang tinggi, dan mereka dapat mensintesis sendiri nutrisi yang mereka butuhkan tanpa memerlukan sumber karbon organik eksternal.
Spirulina dianggap sebagai makanan yang sangat bergizi yang membantu memecahkan masalah ketahanan pangan global. Spirulina tidak hanya kaya akan protein, tetapi juga kaya akan vitamin B dan berbagai elemen jejak. Setiap 100 gram bubuk spirulina menyediakan sekitar 290 kalori dan mengandung 60% protein dan berbagai nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Spirulina telah menjadi sumber makanan bagi suku Aztec dan penduduk asli Amerika lainnya sejak abad ke-16. Saat itu, mereka mengekstrak spirulina, yang juga dikenal sebagai "tecuitlatl", dari sumber daya alam yang melimpah di Danau Texcoco dan menggunakannya dalam produksi pangan. Seiring dengan urbanisasi dan pembangunan pertanian, penggunaan tanaman ini berangsur-angsur menurun setelah abad ke-16.
Pada tahun 1960-an, peneliti Prancis menemukan kembali spirulina dan memastikan bahwa tanaman ini tetap menjadi sumber pangan penting bagi masyarakat di tepi danau.
Seiring dengan semakin banyaknya perhatian orang terhadap kesehatan, suplemen spirulina perlahan-lahan semakin populer. Akan tetapi, bukti ilmiah belum cukup untuk secara tegas mendukung efek medis apa pun terhadap kesehatan manusia, termasuk pengendalian diabetes pada pasien. Meskipun demikian, penggunaan spirulina sebagai pakan ternak, khususnya dalam akuakultur, patut disebutkan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa menambahkan spirulina ke dalam pakan unggas dan organisme akuatik dapat secara efektif meningkatkan kekebalan dan laju pertumbuhannya.
Meskipun spirulina menunjukkan harapan dalam banyak hal, konsumen tetap perlu berhati-hati tentang keamanannya. Beberapa suplemen spirulina mungkin terkontaminasi dengan mikrosistin, yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan gastrointestinal dan kerusakan hati. Baik untuk konsumsi jangka panjang atau sebagai makanan darurat, memahami sumber dan proses produksi sangatlah penting.
Kemampuan beradaptasi Spirulina membuat kita banyak berpikir tentang kemungkinan kehidupan di lingkungan yang ekstrem. Makhluk kecil namun kuat ini tidak hanya merupakan harta karun nutrisi, tetapi juga solusi potensial bagi umat manusia dalam menghadapi kemungkinan krisis pangan di masa mendatang. Dalam menghadapi masalah lingkungan yang semakin parah, dapatkah spirulina memungkinkan kita untuk memikirkan kembali pola makan masa depan kita dan keberlanjutannya?