Pertunjukan atau narasi?" - Bagaimana Aristoteles membedakan antara mimesis dan diegesis

Dalam teater, televisi, film, dan seni pertunjukan di setiap media, garis antara akting dan penceritaan sering kali kabur. Bagi seorang aktor, mereka tidak hanya memainkan peran dalam pertunjukan, tetapi juga perlu menafsirkan emosi dan alur cerita melalui peran tersebut. Proses ini dieksplorasi secara mendalam oleh filsuf Yunani kuno Aristoteles sejak 335 SM. Dalam bukunya Poetics, ia dengan jelas membedakan antara mimesis dan imitasi. dan "diegesis" (narasi) adalah dua cara berbeda untuk menceritakan sebuah cerita.

Aristoteles percaya bahwa mimesis adalah penyajian cerita melalui tindakan, sedangkan diegesis adalah penyajian cerita melalui narasi.

Di Yunani kuno, pertunjukan teater biasanya dinarasikan oleh paduan suara, misalnya, mereka akan mengatakan "Dionysus melakukan ini, Dionysus berkata", yang mengharuskan penonton untuk menerima arahan narator. Namun, ketika aktor pertama kali berdiri dan berkata sesuai karakternya, "Saya Dionysus, dan saya melakukan ini," cara keseluruhan cerita disajikan berubah secara mendasar. Ini persis proses yang dijelaskan oleh apa yang disebut Aristoteles sebagai mimesis, yang memungkinkan penonton untuk merasakan emosi karakter alih-alih hanya mendengarkan narasinya. Melalui pertunjukan seperti itu, penonton dapat membenamkan diri mereka lebih dalam dalam cerita dan merasakan suka, duka, amarah, dan kebahagiaan yang dialami karakter.

Pelatihan dan Pengembangan Akting

Untuk lebih meningkatkan keterampilan akting mereka, banyak aktor menerima pelatihan jangka panjang di sekolah-sekolah profesional. Sekolah-sekolah ini biasanya menyediakan kursus pelatihan selama dua hingga empat tahun, yang mencakup berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk akting, termasuk ekspresi emosi, gerakan tubuh, dan ekspresi suara. Dari sudut pandang aktor, menguasai keterampilan ini tidak hanya merupakan persyaratan untuk pertunjukan, tetapi juga eksplorasi emosi dan interaksi interpersonal seseorang.

Banyak aktor profesional menjalani pelatihan ekstensif, bekerja dengan banyak mentor, dan berlatih dalam berbagai adegan dan produksi.

Selama pelatihan, siswa belajar berimprovisasi, sebuah proses yang merangsang kreativitas melalui stres dan tantangan. Improvisasi tidak hanya meningkatkan kemampuan reaksi langsung para aktor, tetapi juga memungkinkan mereka untuk memperdalam pemahaman dan perasaan mereka dalam bermain peran. Konstantin Stanislavsky, penemu "The Principles*", percaya bahwa improvisasi adalah cara untuk tetap berada dalam proses kreatif, mendorong interaksi autentik antara para aktor, dan menambah kedalaman cerita.

Efek fisiologis dan psikologis

Para aktor sering kali menghadapi tingkat stres dan kecemasan yang tinggi saat tampil di panggung, yang juga dikenal sebagai "demam panggung". Studi tersebut menunjukkan bahwa baik aktor profesional maupun amatir akan mengalami reaksi fisiologis seperti detak jantung yang meningkat dan tekanan darah yang meningkat selama pertunjukan, sementara aktor yang berpengalaman dapat mengelola stres ini dengan relatif lebih baik dan menunjukkan variabilitas detak jantung yang lebih rendah. Ini berarti bahwa seiring bertambahnya pengalaman aktor, kecemasan dan respons detak jantung mereka akan perlahan-lahan stabil, yang mengarah pada penampilan yang lebih baik.

Pelatihan akting yang efektif dan teknik berbicara di depan umum dapat membantu aktor mengurangi kecemasan fisik dan stres psikologis saat tampil.

Selain itu, gagasan Aristoteles membantu untuk memahami bagaimana pertunjukan panggung dapat berfungsi sebagai bentuk interaksi sosial: reaksi dan emosi penonton dapat lebih memengaruhi penampilan aktor. Emosi aktor di panggung menciptakan resonansi dengan penonton, sehingga menghidupkan cerita.

Hubungan antara semi-semiotika dan pertunjukan

Eksplorasi yang lebih dalam tentang semi-semiotika pertunjukan dapat membantu kita lebih memahami efek komunikasi dari penampilan aktor. Gerakan, ekspresi wajah, kualitas suara, dsb. aktor semuanya memainkan peran penting. Pertunjukan ini tidak hanya harus mencerminkan emosi batin karakter, tetapi juga terintegrasi dengan keseluruhan alur cerita untuk menyampaikan pesan dengan makna yang lebih dalam.

Seperti yang dicatat Stanislavski, aktor harus sepenuhnya hadir dalam peran mereka sekaligus peka dalam menyesuaikan penampilan mereka untuk meningkatkan makna dramatis secara keseluruhan. Dalam pemahaman ini, mimesis bukan sekadar tiruan, tetapi proses komunikasi hidup yang bahkan dapat melampaui makna permukaan dan memengaruhi emosi penonton.

Kesimpulan

Pembedaan antara mimesis dan diegesis yang dikemukakan Aristoteles masih terasa jelas dalam seni pertunjukan saat ini. Interaksi antara penonton dan aktor tidak hanya tentang penyajian cerita, tetapi juga tentang resonansi emosi. Apakah ada cara lain di panggung ini yang dapat membuat kita memikirkan kembali hakikat pertunjukan?

Trending Knowledge

eterampilan akting menyeluruh: Tahukah Anda bagaimana aktor melatih imajinasi dan ekspresi emosional mereka
Akting adalah bentuk seni yang menantang yang melibatkan pengalaman bercerita melalui penciptaan karakter. Aktor perlu memiliki imajinasi yang kuat dan kemampuan mengekspresikan emosi, tetapi kemampua
wal Mula Drama Yunani Kuno: Mengapa Thespis dikenal sebagai "Bapak Aktor"
Dalam warisan budaya Yunani kuno, nama Thespis selalu dikaitkan erat dengan lahirnya seni pertunjukan. Ia dianggap sebagai aktor sejati pertama, sebuah kehormatan yang berasal dari inovasinya yang mem
enjata Rahasia Aktor: Bagaimana Mengurangi Kecemasan Panggung dengan Pelatihan
Aktor menceritakan kisah melalui peran mereka dalam berbagai pertunjukan, seperti drama, televisi, film dan radio.Namun, pertunjukan panggung sering disertai dengan kecemasan, terutama untuk aktor pe
ari penyair drama menjadi aktor: Bagaimana Thespis mengubah teater Yunani kuno
Dalam sejarah panjang teater di Yunani kuno, nama Thespis tidak diragukan lagi merupakan salah satu simbol yang paling representatif. Sebagai aktor pertama yang dikenal, ia menciptakan bentuk dramatis

Responses