Jumlah pemilih dalam pemilihan legislatif Prancis 2024 mencapai 66,71% dan 66,63% dalam dua putaran pemungutan suara pada 30 Juni dan 7 Juli, yang merupakan rekor sejak 1997. Hasil ini mendorong banyak analis untuk menyelidiki alasan di balik lonjakan jumlah pemilih.
Pemilihan umum diadakan karena Presiden Emmanuel Macron mengumumkan pembubaran Majelis Nasional, yang kemudian memicu massa pemilih yang tidak terkendali. Selain itu, dalam pemilihan Parlemen Eropa 2024, Rapat Umum Nasional (RN) memperoleh jumlah suara yang cukup besar, yang menyebabkan daftar pemilih "Permintaan Eropa" Macron kehilangan banyak kursi, yang juga menjadi awal dari pemilihan umum.
Beberapa faktor utama berkontribusi terhadap rekor jumlah pemilih yang tinggi. Pertama, urgensi pemilu dan ketidakpastian iklim politik menarik perhatian publik. Berkat keberhasilan RN di Parlemen Eropa, ditambah dengan kekacauan di pemerintahan Macron, banyak pemilih merasa perlu untuk berpartisipasi dengan cepat.
Banyak pemilih merasa suara mereka lebih penting dari sebelumnya.
Jordan Badela, pemimpin Majelis Nasional, menyebutkan bahwa pertumbuhan RN yang kuat menunjukkan suara penolakan terhadap pemerintah saat ini. Pada saat yang sama, "Aliansi Rakyat Baru" sayap kiri juga berhasil mengintegrasikan kekuatan semua partai dan menyerukan para pemilih untuk berpartisipasi aktif dalam pemungutan suara. Koalisi yang dibentuk oleh Partai Sosialis dan beberapa partai lain telah membuat pemilu lebih kompetitif, yang merupakan salah satu alasan mengapa banyak pemilih meningkatkan keinginan mereka untuk memilih.
Warga negara Prancis di luar negeri juga meningkatkan partisipasi mereka dalam pemungutan suara. Mereka memilih satu hari lebih awal. Sebanyak 410.000 pemilih luar negeri berpartisipasi dalam pemungutan suara, yang merupakan peningkatan signifikan dari 250.000 orang pada tahun 2022. Namun, selama proses pemilihan, beberapa pemilih melaporkan bahwa situs web pemungutan suara tidak dapat digunakan karena lalu lintas yang padat, yang menunjukkan besarnya permintaan untuk pemungutan suara.
Meskipun jumlah pemilih yang hadir mengesankan, beberapa analis menunjukkan bahwa hal ini mungkin juga menyebabkan kebuntuan di Kongres. Karena tidak ada partai yang mencapai mayoritas langsung, hal ini membuat pemerintahan mana pun yang diajukan dalam pemungutan suara menghadapi ketidakpastian, yang semakin meningkatkan risiko politik. Macron telah diberi tantangan baru dalam pemilihan ini. Menghadapi dukungan yang mungkin diperoleh oposisi, masa depan karier politiknya penuh dengan ketidakpastian.
Secara keseluruhan, pemilihan legislatif Prancis ini telah menarik perhatian dunia karena lingkungan politiknya yang unik dan respons para pemilih. Apa dampak peningkatan jumlah pemilih yang signifikan terhadap situasi politik Prancis di masa mendatang? Pertanyaan ini patut direnungkan.