Di era digitalisasi yang pesat saat ini, ilmu informasi memegang peranan penting. Baik dalam pengumpulan, analisis, penyimpanan, atau pengambilan data, filologi, sebagai landasan ilmu informasi, sangat penting untuk memahami aliran informasi dan dampaknya dalam masyarakat. Artikel ini akan mengupas tuntas dasar-dasar, sejarah, dan perkembangan filologi di masa mendatang dalam upaya menjawab pertanyaan mengapa ilmu ini penting bagi ilmu informasi.
Ilmu informasi adalah disiplin ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku informasi, aturan alirannya, dan pemrosesannya untuk aksesibilitas dan kegunaan yang optimal.
Filologi atau ilmu informasi berfokus pada analisis, klasifikasi, dan metode akses informasi yang efektif. Filologi bukan hanya tentang cara menyimpan data, tetapi juga tentang cara mengoptimalkan aliran informasi. Hal ini menjadikan filologi sebagai hasil dari persimpangan berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu komputer, psikologi, ilmu sosial, dll. Melalui persimpangan ini, filologi terus mengeksplorasi bagaimana teknologi dapat meningkatkan aksesibilitas dan efektivitas informasi.
Sejarah ilmu informasi sudah ada sejak berabad-abad lalu. Pada zaman dahulu, pengelolaan informasi sudah ada, seperti konsep gudang budaya di Kekaisaran Asyur, yang dianggap sebagai perpustakaan dan arsip awal. Modernisasi filologi terkait erat dengan perkembangan ilmu sosial pada abad ke-19. Dengan berdirinya berbagai jurnal ilmiah dan organisasi sosial, sistematisasi dan standarisasi informasi menjadi mungkin.
Menurut banyak sejarawan ilmu informasi, Paul Otlet dan Henri Lafontaine dianggap sebagai pendiri ilmu informasi, setelah mendirikan Institut Dokumentasi Internasional pada tahun 1895.
Keunikan filologi terletak pada batas-batas disiplin ilmu yang kabur, dan bidang-bidang yang sering tumpang tindih dengannya meliputi sistem informasi, ilmu data, dll. Para cendekiawan memiliki pendapat yang berbeda tentang definisi filologi. Beberapa orang percaya bahwa itu adalah ilmu yang nyata, sementara yang lain mempertanyakan sifat ilmiahnya. Ini menunjukkan bahwa filologi perlu menemukan posisinya di antara berbagai disiplin ilmu.
Dengan munculnya digitalisasi dan popularitas media sosial, filologi menghadapi tantangan dan peluang baru. Penyebaran informasi tidak lagi satu arah, tetapi komunikasi dua arah, yang berarti bahwa cara orang membuat dan menggunakan informasi telah berubah. Para peneliti ilmu informasi saat ini perlu mengevaluasi kembali cara berbagi dan menyebarkan informasi secara efektif.
Media sosial telah mengubah cara kita melihat, menggunakan, membuat, dan menyimpan informasi, yang mengharuskan kita untuk memikirkan kembali cara informasi dibagikan dan disebarkan.
Dalam waktu dekat, ilmu informasi harus beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dengan cepat, terutama dalam konteks cara menangani sejumlah besar data dan informasi. Munculnya teknologi baru, seperti kecerdasan buatan dan penambangan data, akan mendorong pengembangan filologi lebih lanjut. Batasan antara akademisi dan industri menghilang, yang mendorong penelitian ilmu informasi untuk terus meluas ke luar dan memengaruhi bidang sosial yang lebih luas.
Evolusi filologi tidak diragukan lagi akan memengaruhi penelitian dan praktik ilmu informasi di masa mendatang. Hal ini membuat orang berpikir, seiring dengan kemajuan masyarakat, bagaimana kita harus mendefinisikan ulang hakikat informasi dan pengetahuan?