Respons SOS merupakan mekanisme respons global saat sel menghadapi kerusakan DNA. Selama proses ini, siklus sel terhenti dan proses perbaikan DNA serta mutasi gen dimulai. Inti dari fenomena ini terletak pada protein RecA. Saat DNA untai tunggal muncul, protein RecA terstimulasi dan memulai serangkaian reaksi biokimia, yang kemudian memulai respons SOS.
"Peran protein RecA tidak hanya untuk memperbaiki DNA, tetapi juga perspektif baru tentang bagaimana sel merespons stres."
Konsep respons SOS pertama kali diusulkan oleh Evelyn Witkin. Dengan mempelajari karakteristik fenotipik E. coli mutan, Witkin dan rekan pascadoktoralnya Miroslav Radman merinci respons SOS bakteri terhadap radiasi UV. Penemuan sistem ini tidak hanya membuktikan bahwa sel dapat mengoordinasikan respons mereka terhadap kerusakan DNA, tetapi juga membuka penelitian mendalam tentang respons stres seluler.
Dalam kondisi pertumbuhan normal, gen SOS diatur secara negatif oleh dimer protein penghambat LexA. LexA menekan ekspresi gen-gen ini dengan mengikat urutan konsensus 20-bp tertentu (kotak SOS). Namun, ketika DNA rusak, saat daerah DNA untai tunggal terakumulasi di garpu replikasi, protein RecA mulai membentuk struktur filamen di sekitar daerah DNA untai tunggal ini dengan cara yang bergantung pada ATP dan menjadi aktif.
"Aktivasi protein RecA menyebabkan protein penghambat LexA membelah diri, sehingga melepaskan penghambatan gen SOS."
Ketika konsentrasi LexA menurun, gen SOS yang sesuai mulai diekspresikan. Proses ini berlangsung secara bertahap dan teratur. LexA memiliki afinitas yang lebih lemah terhadap operator tertentu (seperti lexA, recA, uvrA, dll.), sehingga gen-gen ini diaktifkan sepenuhnya terlebih dahulu dalam respons SOS dan diekspresikan secara istimewa selama proses perbaikan.
Studi tersebut menemukan bahwa sistem respons SOS dapat menyebabkan mutasi dan selanjutnya menyebabkan resistensi antibiotik. Selama respons SOS, tiga polimerase DNA fidelitas rendah di dunia (Pol II, Pol IV, dan Pol V) meningkatkan laju mutasi. Oleh karena itu, banyak tim peneliti kini menargetkan protein-protein ini dengan harapan dapat mengembangkan obat-obatan yang dapat mencegah perbaikan SOS.
"Dengan memperpanjang waktu yang dibutuhkan patogen untuk mengembangkan resistensi antibiotik, efektivitas jangka panjang beberapa antibiotik dapat ditingkatkan."
Pada Escherichia coli, berbagai kelas agen perusak DNA dapat memulai respons SOS. Dengan menggabungkan operator lac ke operator yang dikendalikan oleh protein terkait SOS, uji kolorimetri sederhana dapat diterapkan untuk mendeteksi genotoksisitas. Ketika analog laktosa ditambahkan, analog tersebut didegradasi oleh beta-galaktosidase untuk menghasilkan senyawa berwarna yang dapat diukur secara kuantitatif dengan spektrofotometer. Tingkat perubahan warna merupakan ukuran tidak langsung dari tingkat kerusakan DNA.
Sianobakteri adalah satu-satunya prokariota yang mampu melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen, yang berdampak signifikan pada atmosfer oksigen Bumi. Pada beberapa sianobakteri laut seperti Prochlorococcus dan Synechococcus, ditemukan bahwa mereka memiliki sistem SOS yang mirip dengan E. coli, yang membantu perbaikan DNA mereka karena mereka mengkode gen yang homolog dengan gen SOS E. coli (seperti lexA dan sulA).
Dengan studi mendalam tentang protein RecA dan mekanisme respons SOS, dapatkah para ilmuwan menemukan strategi baru untuk mencegah patogen mengembangkan resistensi di masa mendatang?