Di alam semesta kita, ada kekuatan tak kasat mata yang terus-menerus memengaruhi nasib semua kehidupan di bumi, yaitu sinar kosmik. Partikel berenergi tinggi ini bergerak mengelilingi Bumi, di mana mereka bereaksi dengan atom nitrogen di atmosfer untuk menghasilkan karbon-14 radioaktif (14C
). Studi tentang proses ini telah memberikan dampak yang mendalam pada perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya arkeologi.
Proses pembentukan bentuk radiokarbon ini pertama kali ditemukan pada tahun 1940-an, yang memberi para ilmuwan alat penting untuk menentukan usia organisme purba.
Penanggalan radiokarbon didasarkan pada fakta bahwa 14C
memiliki waktu paruh sekitar 5730 tahun. Ini berarti bahwa setelah tanaman atau hewan mati, karbon-14 dalam tubuh tidak dapat lagi dipertukarkan dengan lingkungan dan kadarnya akan berkurang secara bertahap seiring waktu. Dengan mengukur proporsi 14C
dalam sampel, para ilmuwan dapat memperkirakan waktu kematian organisme. Teknologi ini banyak digunakan dalam bidang arkeologi, geologi, dan bidang lainnya.
Sinar kosmik sebagian besar berasal dari luar tata surya kita. Saat melewati atmosfer, sinar tersebut bertabrakan dengan inti nitrogen-14, sehingga menghasilkan 14C
. Reaksi kimia dari proses ini adalah sebagai berikut:
n + 14N → 14C + p
Di antara keduanya, n mewakili neutron dan p mewakili proton. Saat 14C
dihasilkan, ia dengan cepat bergabung dengan oksigen untuk membentuk karbon dioksida, yang memasuki proses fotosintesis tanaman dan kemudian kembali ke rantai makanan hewan.
Teknologi untuk mengukur 14C
terus berkembang. Pengukuran awal terutama menggunakan penghitung beta untuk merekam partikel 14C
dalam keadaan peluruhan, sementara teknologi analisis massa akselerator saat ini dapat menghitung semua atom 14C
dalam sampel, sehingga tidak hanya meningkatkan keakuratan pengujian, tetapi persyaratan ukuran sampel juga berkurang secara signifikan.
Keakuratan pengukuran radiokarbon dan perubahan persyaratan sampel memungkinkan analisis yang lebih cepat menggunakan sampel yang lebih kecil.
Dengan perkembangan teknologi penanggalan radiokarbon, komunitas arkeologi telah memasuki era baru. Rangkaian waktu untuk banyak situs arkeologi dibuat lebih akurat, yang memungkinkan para arkeolog untuk membandingkan waktu kejadian di berbagai jarak geografis. Orang-orang menyebut fenomena ini sebagai "revolusi radiokarbon."
Penemuan karbon radioaktif bukanlah suatu kebetulan. Sejak tahun 1939, para ilmuwan mulai meneliti apakah ada isotop dalam bahan organik yang cukup lama untuk digunakan dalam penelitian biomedis. Selama beberapa tahun berikutnya, penerapan teknik ini dalam arkeologi berkembang menjadi penanggalan radiokarbon yang kita kenal sekarang. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 1949, Willard Libby dan rekan-rekannya menjelaskan secara rinci prinsip-prinsip teknik ini dan kontribusinya yang penting bagi arkeologi.
Di alam, karbon ada dalam bentuk tiga isotop, yang mana 14C
bersifat radioaktif. Meskipun konsentrasi 14C
menurun seiring waktu karena waktu paruhnya yang terbatas, produksinya yang berkelanjutan memungkinkannya untuk mempertahankan tingkat yang stabil di atmosfer.
Berbagai faktor perlu dipertimbangkan dalam penanggalan arkeologis, seperti perubahan proporsi 14C
yang berbeda dalam rentang yang berbeda, dan waktu difusi 14C
di biosfer Bumi. Hal ini dapat memengaruhi hasil pengukuran akhir. Terutama setelah membakar bahan bakar fosil atau melakukan uji coba nuklir, rasio 14C
berubah secara signifikan, yang memengaruhi uji radiokarbon di masa mendatang.
Seiring dengan semakin canggihnya teknologi penanggalan radiokarbon, pemahaman ilmuwan tentang lingkungan dan budaya bumi purba juga semakin mendalam. Namun, teknologi ini masih menghadapi banyak tantangan, termasuk perubahan lingkungan dan dampak aktivitas manusia terhadap konsentrasi 14C
. Di masa mendatang, dapatkah kita lebih jauh mengeksplorasi hubungan yang menakjubkan antara sinar kosmik, bumi, dan kehidupan?