Seiring dengan kemajuan teknologi medis, konsep sterilitas dan sifat antimikroba menjadi semakin penting. Dalam lingkungan bedah dan medis, penggunaan teknik aseptik memastikan keselamatan pasien, sementara teknologi antimikroba berupaya mengurangi dampak patogen. Namun, batasan antara keduanya sering membingungkan. Memahami perbedaan antara sterilitas dan antibakteri tidak hanya dapat meningkatkan efektivitas operasi medis, tetapi juga membantu pasien lebih memahami risiko kesehatan yang mereka hadapi.
Sterilitas mengacu pada keadaan yang sepenuhnya bebas dari mikroorganisme patogen, sedangkan antibakteri adalah tindakan pencegahan yang diambil terhadap mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Lingkungan steril adalah lingkungan yang bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Ini termasuk bakteri patogen, virus, jamur, dan parasit. Dalam kedokteran, teknologi aseptik dibagi menjadi asepsis medis dan asepsis bedah. Pemahaman modern tentang sterilitas dapat ditelusuri kembali ke abad ke-19, ketika beberapa ahli medis yang berpandangan jauh ke depan mulai memperhatikan desinfeksi instrumen bedah dan penggunaan sarung tangan steril selama operasi bedah, semuanya untuk menghilangkan terjadinya infeksi.
Latar Belakang SejarahLandasan teknologi aseptik modern dimulai pada abad ke-19, ketika upaya banyak ilmuwan dan dokter mendorong terbentuknya konsep teknologi aseptik. Pada tahun 1847, Ignaz Semmelweis menemukan bahwa mencuci tangan ibu sebelum melahirkan secara efektif dapat mengurangi kejadian demam pascapersalinan. Meskipun demikian, banyak rumah sakit masih melakukan operasi dalam kondisi tidak bersih, dengan beberapa ahli bedah merasa bangga dengan pakaian operasi mereka yang berlumuran darah.
Pada tahun 1867, Joseph Lister mempromosikan teknologi desinfeksi berdasarkan teori kuman Louis Pasteur, yang secara signifikan mengurangi tingkat infeksi dalam operasi bedah.
Ide Lister mendorong beberapa ahli bedah untuk menggunakan asam karbonat untuk desinfeksi, yang mengawali transisi dari antiseptik ke aseptik. Seiring berjalannya waktu, standar untuk operasi aseptik dikembangkan dan prosedur pembedahan menjadi lebih terstandarisasi. Baru pada tahun 1883 Gustav Adolf Neuber memperkenalkan gaun bedah steril pertama, dan kemudian pada tahun 1891 Ernst von Bergmann memperkenalkan sterilisator uap bertekanan tinggi. , perangkat ini digunakan untuk mensterilkan instrumen bedah.
Perbedaan antara antimikroba dan steril bervariasi menurut situasi dan jangka waktu. Di masa lalu, prosedur antimikroba dilakukan di rumah atau di ruang operasi. Seiring berjalannya waktu, ketika komunitas medis mulai menerima teori kuman Louis Pasteur, teknik antimikroba dan aseptik mulai dianggap sebagai praktik medis yang saling melengkapi.
FundamentalKonsep penggunaan aseptik adalah untuk memastikan kebersihan lingkungan bedah dan mengurangi keberadaan patogen untuk mencegah infeksi.
Saat ini, aseptik sering dilihat sebagai perluasan dari antimikroba, dengan konsep inti untuk menjaga lingkungan steril di sekitar luka atau pasien. Teknik dan konsep ini banyak digunakan baik dalam teknik bedah maupun perawatan medis sehari-hari.
Bedah aseptik melibatkan berbagai prosedur yang dilakukan dalam kondisi steril, termasuk teknik medis dan laboratorium. Metode aseptik dapat dibagi menjadi dua kategori: asepsis medis dan asepsis bedah. Teknik aseptik medis bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dan mencegah penyebarannya, sedangkan asepsis bedah adalah proses menghilangkan mikroorganisme dari suatu area, yang terutama dilakukan oleh teknisi bedah dan perawat. Pemrosesan aseptik yang berhasil bergantung pada alur kerja persiapan yang komprehensif.
Prosedur aseptik dasar meliputi sering mencuci tangan, mengenakan sarung tangan pelindung, masker dan gaun bedah, serta mendisinfeksi instrumen dan seprai.
Di ruang operasi, semua anggota tim bedah harus menunjukkan teknik aseptik yang baik. Di antara mereka, peran perawat bedah atau teknisi bedah adalah menyiapkan dan memelihara area steril untuk mencegah kontaminasi silang antar pasien. Prosedur ini sering kali meliputi sterilisasi instrumen menggunakan uap bertekanan tinggi atau penggunaan instrumen sekali pakai untuk mengurangi risiko infeksi.
Bahkan dalam keadaan steril, peradangan kronis tingkat rendah yang disebabkan oleh penyebab non-patogen masih dapat terjadi, yang disebut peradangan steril. Hal ini dapat terjadi akibat trauma, stres, atau faktor lingkungan. Lebih jauh, meskipun petugas kesehatan sangat menghargai teknik aseptik selama operasi, risiko infeksi lokasi operasi (ILO) masih ada.
Menurut statistik, insiden infeksi di tempat operasi sekitar 1-3%, dan bakteri menular yang umum termasuk Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Pada tahun 2017, Staphylococcus aureus membunuh hampir 20.000 orang di Amerika Serikat, bahkan melampaui jumlah kematian akibat HIV. Hal ini menekankan perlunya tindakan aseptik dan antimikroba selama operasi untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh bakteri yang resistan terhadap obat yang terus berkembang.
Dalam operasi medis dan kehidupan sehari-hari, bagaimana cara menggabungkan tindakan aseptik dan antibakteri secara efektif untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pasien dengan lebih baik layak untuk dibahas dan dipikirkan secara mendalam?