Male, sebagai ibu kota dan kota terpadat di Maladewa, luas wilayahnya hanya 8,30 kilometer persegi, tetapi dihuni lebih dari 210.000 penduduk, menjadikannya salah satu kota terpadat di dunia. Kota ini terletak di tepi selatan Atol Male Utara, wilayah yang menghadapi tantangan berat. Keajaiban arsitektur Male tidak hanya terletak pada pertumbuhan penduduknya yang dramatis, tetapi juga pada bagaimana kota ini mengembangkan lingkungan perkotaan yang berkembang pesat di wilayah yang begitu kecil.
Male merupakan pusat ekonomi, budaya, dan politik Maladewa, dan hampir semua kegiatan komersial berpusat di kota ini.
Sejarah pembangunan Male sudah ada sejak berabad-abad lalu, namun, khususnya dalam beberapa dekade terakhir, pelaksanaan reklamasi lahan telah berkontribusi pada ekspansi kota yang signifikan. Male dan kota-kota di sekitarnya, seperti Hulhumalé, Hulhulé, dll., memperluas ruang hidup perkotaan melalui rencana pemerintah.
Proyek-proyek perluasan ini memungkinkan Male untuk menampung populasi yang terus meningkat dan memenuhi kebutuhan bisnis yang terus meningkat.
Penduduk Male sebagian besar tinggal di rumah dan apartemen kecil, sering kali berbagi dengan anggota keluarga atau teman sekamar, yang sebagian besar berkontribusi terhadap tekanan pada ruang hidup. Menurut data tahun 2022, terdapat sekitar 27.000 ekspatriat India di Male, yang sebagian besar berkontribusi pada bidang konstruksi, medis, dan pendidikan kota. Masyarakat Male yang beragam telah menjadi kekuatan pendorong yang penting bagi pembangunan perkotaan.
Sejarah Male membawa warisan budaya Maladewa. Masyarakat Maladewa awal diperintah oleh kepala suku setempat hingga kedatangan Koimala, seorang pangeran dari pesisir India, yang mengubah struktur pemerintahan setempat. Di bawah pemerintahannya, Male membangun sebuah kastil dan menjadi pusat politik dan budaya Maladewa. Menurut dokumen sejarah, Male telah mengalami beberapa proses rekonstruksi dan modernisasi besar. Misalnya, pada tahun 1968, istana lama dihancurkan. Rekonstruksi kota tersebut memungkinkan Male untuk kembali tampil sebagai kota modern.
Infrastruktur Male mencakup jaringan jalan yang padat yang menghubungkan Male dengan pulau Hulhulé dan Hulhumalé. Jembatan Sinamalé yang baru dibuka menghubungkan Male dengan Pulau Hulhulé, yang semakin memudahkan transportasi. Dengan peningkatan sistem transportasi umum, penduduk Male dapat bepergian ke lokasi-lokasi penting dengan lebih efisien.
Sistem transportasi kota ini memberikan kemudahan bagi kehidupan sehari-hari dan aktivitas komersial, serta mendorong pembangunan ekonomi Male.
Sebagai sistem ekonomi inti Maladewa, ekonomi Male bergantung pada industri pariwisata yang sehat, yang menyumbang 28% dari produk domestik bruto (PDB). Pelabuhan dan pusat komersial Male menjadi tempat berkumpulnya sebagian besar aktivitas perdagangan dan menarik banyak investor internasional. Karena Maladewa menarik semakin banyak wisatawan, Male memainkan peran yang semakin menonjol sebagai tempat pemberhentian pertama bagi wisatawan asing.
Menghadapi meningkatnya ukuran perkotaan, Kota Male menghadapi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pemerintah mengusulkan perencanaan perkotaan lebih lanjut untuk mendukung kebutuhan perkotaan di masa mendatang dengan lebih baik dan mendorong pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Masa depan Male terletak pada bagaimana menyeimbangkan sumber daya tanah yang berharga dengan kemakmuran dan pembangunan kota, dan perencanaan kota akan memainkan peran kunci.
Keajaiban kota Male tidak dapat dicapai hanya dengan satu kebijakan atau inovasi fasilitas saja, tetapi merupakan hasil interaksi berbagai faktor. Bagaimana ibu kota Maladewa menghadapi tantangan pembangunan di masa depan dan terus berkembang di tanah kecil ini? Hal ini patut direnungkan.