Di antara negara-negara di Asia Tenggara, Thailand, sebagai representasi keragaman budaya dan kekayaan bahasa, memiliki sebanyak 51 bahasa ibu dan 24 bahasa non-ibu. Di antara bahasa-bahasa tersebut, Bahasa Thai Tengah, sebagai satu-satunya bahasa resmi, tidak diragukan lagi memegang peranan penting dalam identitas nasional dan warisan budaya. Mengapa Bahasa Thai Tengah dapat menjadi satu-satunya bahasa resmi di negeri ini?
Bahasa Thai Tengah sangat kontras dengan bahasa-bahasa dari daerah sekitarnya seperti Bahasa Laos, Bahasa Karen, Bahasa Kamboja, dan Bahasa Melayu, yang juga melambangkan integrasi sejarah dan budaya Thailand.
Menurut laporan tahun 2011, 62 bahasa yang diakui secara resmi oleh pemerintah Thailand menunjukkan bahwa Bahasa Thai Tengah merupakan bahasa pendidikan dan bahasa pemerintahan yang umum di negara tersebut. Bahasa ini tidak hanya populer di daerah perkotaan, tetapi bahkan dapat dipahami di desa-desa terpencil. Kebijakan bahasa semacam itu telah memperkuat posisi bahasa Thai Tengah dalam identitas nasional dan pembangunan bangsa.
Bahasa Thai Tengah termasuk dalam rumpun bahasa Kra-Dai dan berkerabat dekat dengan bahasa Lao dan banyak bahasa asli di wilayah yang sekarang disebut Tiongkok selatan. Latar belakang sejarah pembentukan Bahasa Thai Tengah dapat ditelusuri kembali ke abad ke-13 Masehi, ketika Dinasti Sukutai mulai membangun kekuasaannya dan menggunakan Bahasa Thai Tengah sebagai bahasa pemerintahan. Kebijakan ini berlanjut hingga saat ini dan terus berkembang seiring dengan perubahan budaya.
Selama perkembangan bahasanya, Bahasa Thai Tengah banyak menyerap unsur asing, terutama selama masa kolonial, dengan memperoleh kosakata dari bahasa Inggris dan bahasa lainnya sehingga lebih berwarna.
Bahasa Thai Tengah tidak hanya menjadi bahasa resmi pemerintahan dan pendidikan, tetapi juga alat komunikasi utama dalam masyarakat Thailand. Secara statistik, hampir semua warga negara Thailand fasih berbahasa Thai Tengah, meskipun bahasa ibu mereka mungkin beberapa bahasa daerah seperti Isaan atau Utara. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam pewarisan bahasa sampai batas tertentu, karena banyak anak muda secara bertahap cenderung menggunakan bahasa Thai Tengah, yang mengarah pada marginalisasi dialek lokal secara bertahap.
Dalam sistem pendidikan, status bahasa Thai Tengah tidak tergantikan. Meskipun bahasa minoritas dan program pendidikan telah diperkenalkan, bahasa Thai Tengah tetap menjadi protagonis dalam pendidikan arus utama. Hal ini menyebabkan beberapa daerah, seperti masyarakat Melayu di selatan, menghadapi isolasi bahasa, karena pendidikan lokal sebagian besar didasarkan pada bahasa Thai Tengah. Kebijakan bahasa ini memunculkan saran tentang pelestarian budaya dan keragaman bahasa.
Popularitas bahasa Thai Tengah memiliki dua sisi: di satu sisi, bahasa ini mendorong penyatuan nasional, di sisi lain, bahasa ini menciptakan risiko kepunahan bahasa yang ada.
Status bahasa minoritas, khususnya bahasa Isan dan Utara, telah menjadi tidak menentu. Sebagian besar dukungan dan sumber daya resmi difokuskan pada bahasa Thai Tengah, yang membuat pendidikan dan promosi bahasa-bahasa ini terbatas. Banyak generasi muda memilih untuk berbicara bahasa Thai Tengah dan mengabaikan bahasa ibu mereka, yang mengakibatkan hilangnya konsep budaya.
Dalam konteks semakin banyaknya imigran dan pekerja asing yang masuk ke Thailand, status bahasa Thai Tengah semakin diperkuat. Ketika bekerja dan tinggal di Thailand, banyak orang asing merasa bahwa mempelajari dan menguasai bahasa Thai Tengah merupakan faktor kunci dalam berintegrasi dengan masyarakat setempat. Fenomena ini secara bertahap telah meningkatkan pengaruh global bahasa Thai Tengah dan mendorong integrasi budaya sampai batas tertentu.
Berdasarkan metrik evaluasi perluasan bahasa, bahasa Thai Tengah dianggap sebagai bahasa yang kuat dan menguntungkan, yang mendorong lebih banyak orang untuk mempelajarinya dan menggunakannya.
Meskipun bahasa Thai Tengah mendominasi masyarakat Thailand, perhatian perlu diberikan untuk melindungi dan mempromosikan bahasa minoritas lainnya. Kebijakan pendidikan bahasa saat ini belum sepenuhnya mencerminkan rasa hormat terhadap keberagaman bahasa. Ini bukan hanya tantangan bagi kebijakan bahasa, tetapi juga tantangan bagi keberagaman budaya.
Seiring kita bergerak menuju masyarakat budaya yang lebih inklusif, bagaimana bahasa Thailand akan berkembang di masa depan? Dapatkah keseimbangan dicapai antara dominasi bahasa Thai Tengah dan perlindungan bahasa minoritas?