Di Eropa abad pertengahan, roti merupakan makanan pokok masyarakat. Namun, dengan kemajuan teknologi ragi dan biji-bijian, risiko keamanan pangan secara bertahap mulai terungkap. Roti yang kita makan setiap hari dapat menjadi sumber racun yang mematikan, yang merenggut ribuan nyawa.
Makanan dapat terkontaminasi secara tidak sengaja atau sengaja karena bahaya mikrobiologis, kimia, atau fisik.
Banyak kematian pada abad pertengahan dikaitkan dengan konsumsi biji-bijian yang terkontaminasi, khususnya gandum hitam yang terinfeksi racun ergot. Racun tersebut dapat menyebabkan keracunan makanan yang parah, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan neurologis, halusinasi, dan bahkan kematian. Orang-orang pada saat itu tidak dapat memahami penyebab fenomena ini dan karenanya menganggapnya sebagai hukuman dari Tuhan atau akibat ilmu sihir.
Bahaya kimia dalam makanan sering kali muncul dari kontaminasi lingkungan, kesalahan selama pemrosesan, atau pemalsuan yang disengaja. Pada Abad Pertengahan, petani menggunakan pestisida atau pupuk yang tidak tepat guna meningkatkan hasil panen, yang kemudian menjadi sumber makanan bagi manusia. Selain itu, jika asupan bahan kimia berbahaya terlalu banyak atau terus terakumulasi, akan menyebabkan masalah kesehatan yang tidak dapat dipulihkan.
Informasi tentang dampak peristiwa ini terfragmentasi dan tidak sistematis, mulai dari biaya pemantauan dan analisis ribuan dolar hingga jutaan dolar dalam proses pengadilan, kebangkrutan, pemusnahan produk, hilangnya pendapatan kompensasi, dan kerusakan merek atau reputasi.
Di Eropa abad pertengahan, roti gandum hitam merupakan salah satu makanan pokok yang paling populer. Namun, roti ini rentan terkontaminasi Trichoderma. Trichoderma merupakan jamur yang tumbuh pada biji-bijian dan dapat menghasilkan bahan kimia beracun. Toksin tersebut dapat menyebabkan disfungsi dan bahkan kematian bagi mereka yang mengonsumsinya, yang menyebabkan keracunan massal di banyak desa. Pengetahuan medis pada saat itu belum berkembang, dan sumber racunnya pun belum dapat ditemukan tepat waktu, sehingga banyak orang yang tidak bersalah menjadi korban.
Konsep tentang keamanan pangan masih primitif pada Abad Pertengahan, dan petani serta pedagang sering mengabaikan cara penyimpanan dan penanganan makanan, yang menyebabkan seringnya insiden keracunan makanan. Biji-bijian yang dipanen dalam kondisi iklim yang tidak tepat rentan terhadap invasi patogen, dan anomali kecil ini dapat berubah menjadi krisis kesehatan yang besar selama bertahun-tahun. Karena kurangnya langkah-langkah pengujian makanan yang efektif, risiko ini sering kali diabaikan.
Dokter pada saat itu memiliki pengetahuan medis yang terbatas dan sering kali tidak dapat memberikan pengobatan yang efektif untuk penyebab keracunan makanan. Banyak pasien dianggap gila atau terkutuk, dan diagnosis serta pengobatan yang sebenarnya diabaikan. Selama masa-masa sulit ini, orang-orang bahkan mencari bantuan dari para penyihir dengan harapan dapat menyembuhkan penyakit yang menimpa mereka.
Dampak IndustrialisasiMasalah ini tampaknya telah membaik dengan datangnya era industri. Kemajuan dalam sains dan teknologi telah menghasilkan teknik pemrosesan makanan yang lebih baik, tetapi meluasnya penggunaan bahan kimia telah membuat masalah ini menjadi lebih rumit. Faktanya, banyak bahan tambahan dan pengawet yang digunakan berpotensi membahayakan keamanan pangan.
Masyarakat saat ini masih menghadapi tantangan dalam hal keamanan pangan. Dalam beberapa tahun terakhir, insiden yang melibatkan kontaminasi makanan telah muncul satu demi satu, dari insiden susu bubuk di Tiongkok hingga epidemi selada di Amerika Serikat, yang menunjukkan dampak yang luas. Banyak konsumen memiliki kekhawatiran tentang keamanan dari banyak pilihan makanan yang mereka miliki, jadi dengan meningkatnya permintaan akan produk organik dan lokal, konsumen ingin dapat mengendalikan apa yang mereka makan.
Jadi, bagaimana kita dapat melindungi makanan kita dari racun yang mengancam dunia modern kita?