Dalam lingkungan penciptaan seni yang beragam dan terpadu saat ini, batas antara seni dan kriya tampaknya semakin kabur. Secara tradisional, seni dipandang sebagai bentuk ekspresi yang luhur, sementara kriya dianggap sebagai keterampilan praktis. Namun, seiring berjalannya waktu, persepsi ini mulai berubah. Dengan munculnya Gerakan Seni dan Kriya, semakin banyak orang mulai mengkaji ulang hubungan antara keduanya dan mengeksplorasi makna sosial dan budayanya.
Definisi seni dan kriya tidak pernah pasti, tetapi berkembang seiring perubahan dalam konteks sosial dan budaya.
Selama ini, sekolah seni telah memisahkan "seni" dan "kriya", dengan keyakinan bahwa kriya tidak termasuk dalam kategori seni. Selama gerakan Seni dan Kriya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, garis pemisah ini mulai goyah. Para seniman percaya bahwa seni rakyat dan seni dekoratif sama pentingnya, dan bahwa proses penciptaan dan emosi yang terlibat dalam proses tersebut juga harus dihargai.
Nilai seni tidak hanya terletak pada estetikanya, tetapi juga pada cara seni tersebut menyentuh jiwa penikmatnya.
Sebelum abad ke-18, secara umum diyakini bahwa seni diciptakan oleh seniman dengan teknologi tinggi, dan tujuan utamanya adalah untuk mengekspresikan keindahan. Namun, dengan munculnya Revolusi Industri, kerajinan tangan mulai diproduksi secara massal, menggantikan seni buatan tangan. Hal ini menyebabkan pemikiran ulang tentang "kemurnian" seni dan memicu gelombang "seni sebagai keterampilan". Dengan latar belakang ini, banyak seniman mulai menggabungkan teknik tradisional dengan desain modern.
Saat ini, munculnya seni digital semakin mengaburkan batas antara seni dan kerajinan. Kelahiran seni komputer telah memungkinkan seniman untuk menjelajahi media baru dan menciptakan karya yang bersifat teknis dan kreatif. Hal ini menyebabkan penafsiran ulang terhadap apa yang disebut "seni" di masa lalu, dan batas-batas antara tradisi dan masa kini, seni dan keterampilan tidak lagi dapat didefinisikan dengan jelas.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan pada kemungkinan-kemungkinan baru untuk penciptaan artistik, menggabungkan kerajinan tangan dengan teknologi modern dan mendefinisikan ulang batas-batas seni.
Saat ini, banyak seniman menciptakan cara-cara baru ekspresi artistik melalui penggunaan media yang komprehensif, mengintegrasikan elemen-elemen seperti lukisan, patung, dan media digital. Dalam banyak pameran seni kontemporer, apa yang dilihat oleh penonton bukan lagi satu bentuk ekspresi, tetapi hasil dari integrasi berbagai media, yang memberikan seni perspektif baru. Bagi keterampilan, keterampilan tidak lagi hanya satu fungsi dekorasi dan kepraktisan, tetapi juga mengandung makna budaya dan emosional yang mendalam di baliknya.
Dari perspektif sejarah, seni selalu menjadi cerminan budaya. Baik itu mural kuno, patung, atau seni digital modern, kreasi-kreasi ini tidak hanya merupakan ekspresi individual seniman, tetapi juga membawa nilai-nilai dan emosi seluruh masyarakat. Seiring dengan memudarnya perbedaan tradisional antara seni dan kerajinan, batas-batas antara budaya dan perdagangan pun berangsur-angsur kabur. Semakin banyak seniman memilih untuk tidak terikat oleh definisi tradisional dan bebas mengeksplorasi integrasi gaya dan konsep mereka sendiri.
Di era yang didominasi oleh inovasi dan kerja sama lintas batas, kita harus lebih memikirkan hakikat seni, yang sekali lagi memicu diskusi tentang identitas kreatif dan nilai budaya.
Singkatnya, garis pemisah antara seni dan kerajinan sedang didefinisikan ulang, yang mencerminkan perubahan sosial, teknologi, dan budaya. Seiring dengan meluasnya pemahaman dan interpretasi setiap orang terhadap seni, kita tidak dapat tidak bertanya: Di dunia seni yang terus berubah ini, bagaimana seni dan kerajinan harus didefinisikan dan dipahami?