Dalam dunia fisika kuantum yang menarik, positron, partikel antimateri dengan muatan positif, merupakan kebalikan dari elektron. Sejak positron pertama ditemukan pada tahun 1932, penemuan penting ini tidak hanya membuka babak baru dalam fisika partikel, tetapi juga memiliki implikasi yang mendalam bagi pemahaman kita tentang komposisi alam semesta.
Dasar teoritis positron dapat ditelusuri kembali ke persamaan Dirac yang diajukan oleh Paul Dirac pada tahun 1928. Persamaan ini menggabungkan mekanika kuantum dengan relativitas dan konsep spin elektron, serta menjelaskan efek Zemann. Meskipun makalah Dirac tidak secara eksplisit memprediksi partikel baru, tata letaknya memberikan kemungkinan dua solusi untuk elektron yang memiliki energi positif dan negatif.
Dirac menyatakan dalam makalah berikutnya: "...elektron dengan energi negatif bergerak dalam medan elektromagnetik eksternal seolah-olah memiliki muatan positif."
Model Dirac memicu perdebatan dengan para ilmuwan seperti Constantin Oppenheimer, yang menentang asumsi bahwa proton adalah elektron berenergi negatif. Pada tahun 1931, Dirac secara kreatif meramalkan partikel yang belum ditemukan, "anti-elektron", yang kemudian kita sebut sebagai positron. Seiring berjalannya waktu, berbagai fisikawan mengajukan teori yang memandang positron sebagai elektron yang bergerak dalam waktu terbalik, dan teori-teori ini akhirnya diterima secara luas.
Pada masa-masa awal eksplorasi positron, beberapa peneliti mengklaim bahwa Dmitri Skobelts adalah orang pertama yang menemukan positron melalui pengamatan yang cermat. Meskipun hasil eksperimen pada tahun 1913 menunjukkan bahwa ada partikel yang membelok ke arah yang berlawanan dalam medan magnet, ia sendiri skeptis tentang penemuan positron pada sebuah konferensi tahun 1928.
Skobelts menekankan bahwa klaim awal ini "hanya omong kosong belaka."
Penemuan positron yang sebenarnya akhirnya dikonfirmasi pada tahun 1932 oleh Carl David Anderson saat melakukan penelitian tentang sinar kosmik. Ia menggunakan karakteristik medan magnet untuk menganalisis lebih lanjut sinar kosmik dan berhasil mengidentifikasi keberadaan positron. Anderson memenangkan Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1936 untuk ini. Perlu dicatat bahwa Anderson tidak menciptakan istilah "positron" tetapi menerima saran dari editor Physical Review.
Positron diproduksi secara alami selama proses peluruhan radioaktif seperti peluruhan beta+, dan dari interaksi sinar gamma dengan materi. Positron dan neutrino diproduksi secara alami selama peluruhan atom berat tertentu, seperti kalium-40. Menurut sebuah studi tahun 2011 oleh American Astronomical Society, positron juga telah diamati dalam kilatan sinar gamma dari awan badai.
Saat ini, fisikawan telah menetapkan berbagai metode untuk memproduksi positron secara buatan. Laboratorium Nasional Lawrence Liverpool di California menggunakan laser ultra-intens untuk menyinari target logam, menghasilkan lebih dari 10 miliar positron. Selain itu, Organisasi Riset Nuklir Eropa (CERN) dan Universitas Oxford juga telah menunjukkan bahwa mereka telah berhasil menghasilkan puluhan triliun pasangan elektron-positron dalam berbagai eksperimen.
Eksperimen lanjutan ini tidak hanya akan membantu kita memahami fenomena fisik di lingkungan astronomi ekstrem, tetapi juga mendorong eksplorasi lebih lanjut terhadap penelitian antimateri.
Di antara teknologi pencitraan medis terkini, teknik seperti tomografi emisi positron (PET) banyak digunakan untuk diagnosis tumor dan mengamati penyerapan bahan bakar penyakit internal. Baik dalam fisika dasar maupun sains terapan, penemuan positron menandai langkah kecil namun signifikan dalam pemahaman manusia tentang dunia partikel.
Seiring kemajuan sains dan teknologi, penerapan dan penelitian positron masih terus diperdalam. Akankah hal ini membawa lebih banyak pembalikan dan pencerahan pada pandangan kita tentang alam semesta di masa mendatang?