Pada awal abad ke-20, perkembangan fisika kuantum mengungkap dunia mikroskopis yang sama sekali baru. Namun, semuanya dimulai dengan perdebatan sengit antara Einstein dan Bohr. Dengan munculnya paradoks EPR, para ilmuwan mulai mempertanyakan apakah mekanika kuantum dapat sepenuhnya menjelaskan realitas. Kontroversi mendasar dari semua ini terletak pada interpretasi "realisme lokal".
Realisme lokal adalah pandangan bahwa perilaku sistem fisik harus dapat dijelaskan oleh beberapa variabel lokal yang saat ini dapat diamati, bukan oleh pengaruh sesaat.
Pada tahun 1935, Einstein, Podolsky, dan Rosen (EPR) mengemukakan gagasan mereka dalam sebuah artikel penting. Mereka berpendapat bahwa perilaku partikel terjerat yang diprediksi oleh mekanika kuantum tampaknya melanggar hukum kausalitas dalam fisika klasik. Ketika dua partikel terjerat, pengamatan terhadap satu partikel secara instan memengaruhi keadaan partikel lainnya, meskipun mereka berjauhan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai efek superluminal. Namun, pandangan ini ditentang keras oleh Bohr, yang percaya bahwa mekanika kuantum dapat menggambarkan dunia mikroskopis secara rinci dan akurat tanpa perlu memperkenalkan variabel tersembunyi apa pun untuk menjelaskannya.
Seiring berjalannya waktu, para peneliti mulai melakukan apa yang disebut "uji Bell," sebuah eksperimen utama yang digunakan untuk memverifikasi mekanika kuantum dan realisme lokal secara eksperimental.
Teorema Bell menyatakan bahwa teori lokal apa pun dengan variabel tersembunyi tidak dapat mereproduksi semua prediksi mekanika kuantum.
Eksperimen umum yang mendemonstrasikan uji Bell melibatkan pembuatan pasangan foton yang terjerat dan kemudian menguji sifat-sifatnya untuk melihat apakah hasilnya sesuai dengan prediksi mekanika kuantum. Bergantung pada apakah hasilnya melanggar ketidaksetaraan Bell, para peneliti dapat menentukan apakah asumsi variabel tersembunyi lokal valid.
Sejak teori Bell dipublikasikan pada tahun 1964, sejumlah besar eksperimen telah dilakukan, yang semuanya mendukung prediksi mekanika kuantum dan membantah hipotesis variabel tersembunyi lokal. Penelitian terkini juga semakin menekankan pada penutupan berbagai "bug" yang dapat memengaruhi hasil, seperti bug lokalitas dan bug deteksi.
Pelanggaran ketidaksetaraan Bell tidak hanya sangat mendukung mekanika kuantum, tetapi juga menyediakan dasar teoritis untuk teknologi enkripsi kuantum, yang memungkinkan transmisi informasi yang aman.
Dalam semua uji Bell yang terkenal, termasuk yang dilakukan oleh Hensen, Giustina, dan Shalm pada tahun 2015, eksperimen ini berhasil menutup celah deteksi dan celah lokalitas sebelumnya, yang selanjutnya memperkuat validitas mekanika kuantum.
Keberhasilan uji ini tidak hanya merupakan verifikasi mekanika kuantum, tetapi juga tantangan mendesak bagi fisika klasik. Para ilmuwan semakin yakin bahwa perilaku aneh dunia kuantum melampaui intuisi kita dan mendefinisikan ulang konsep kausalitas dan realitas fisik.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi kuantum, teori informasi kuantum telah menjadi bidang penelitian baru, yang memungkinkan teknologi seperti komputasi kuantum dan komunikasi kuantum secara bertahap. Namun, pertanyaan yang ditimbulkan oleh paradoks EPR terus menantang pemahaman mendasar kita tentang dunia fisik.
Memahami makna mendalam dari keterikatan kuantum dapat memungkinkan kita mencapai terobosan dalam aplikasi teknologi masa depan, dan ini juga telah memicu pemikiran ulang tentang hubungan antara materi dan informasi.
Seiring dengan terus meluasnya batas-batas sains, kemajuan dalam eksperimen fisika kuantum memberi kita semakin banyak pandangan sekilas tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar ini. Dapatkah kita akhirnya memahami sifat dunia kuantum dan menerapkan teori-teori ini ke dunia nyata?