Dalam beberapa dekade terakhir, masalah kepadatan penduduk tidak hanya menjadi tantangan penting bagi pembangunan perkotaan, tetapi juga menjadi salah satu topik hangat di kalangan komunitas ilmiah. Eksperimen George Calhoun pada tikus tidak diragukan lagi merupakan kasus penting di bidang ini, yang mengungkap bagaimana masyarakat hewan dapat runtuh ketika mereka kekurangan ruang untuk bertahan hidup. Penelitiannya tidak hanya menarik perhatian luas dari para ahli perilaku hewan, tetapi juga memberi kita refleksi mendalam tentang masa depan masyarakat manusia.
Dr. Calhoun melakukan serangkaian eksperimen pada tikus Norwegia di Amerika Serikat antara tahun 1958 dan 1962. Ia menciptakan apa yang disebut "utopia tikus" untuk tikus-tikus ini, ruang tertutup dengan makanan dan air tanpa batas. Tujuannya adalah untuk mengamati evolusi perilaku tikus di lingkungan ini. Kondisi ini tampak sempurna, namun, ketika populasi tikus meledak, sifat-sifat perilaku yang tidak terduga mulai muncul.
Banyak tikus betina gagal hamil atau melahirkan anak yang sehat, dan banyak tikus jantan mengembangkan masalah perilaku mulai dari penyimpangan seksual hingga kanibalisme.
Calhoun merinci dalam penelitiannya tahun 1962 bahwa perilaku yang tidak teratur ini akhirnya mengarah pada apa yang disebutnya "kemunduran perilaku," sebuah fenomena keruntuhan sosial yang disebabkan oleh kepadatan populasi yang berlebihan.
Eksperimen Calhoun tidak hanya untuk mempelajari perilaku tikus, tetapi juga peringatan untuk masa depan masyarakat manusia. Ia menafsirkan perilaku tikus sebagai bentuk keruntuhan sosial yang meluas, dengan menyatakan bahwa masyarakat manusia mungkin gagal ketika menghadapi kepadatan dan kecemasan sosial. Seiring dengan percepatan urbanisasi, banyak masalah sosial menjadi semakin menonjol, termasuk kesepian, keterasingan sosial, dan bahkan penyakit mental.
Dalam model George Calhoun, dampak langsung dari kelebihan populasi adalah penurunan kualitas interaksi sosial antar individu. Ia menyebutkan bahwa "kepadatan sosial" merupakan faktor kunci yang memengaruhi perilaku, yang sebagian besar memengaruhi pola perilaku individu.
Calhoun tidak hanya menghubungkan temuannya dengan ekologi tikus, tetapi juga memperluas pengamatan ini ke masyarakat manusia. Ia percaya bahwa populasi perkotaan yang terkena dampak kepadatan penduduk mungkin mengalami pola perilaku yang sama, dan seiring waktu dampak ini dapat menyebabkan penurunan fungsi masyarakat secara keseluruhan.
Calhoun memandang pertumbuhan populasi dan urbanisasi sebagai sumber potensial krisis bagi masyarakat manusia, dan menyamakan proses ini dengan "kematian jiwa."
Penelitian Calhoun memicu diskusi luas pada saat itu tentang masa depan umat manusia, khususnya di bidang pengembangan perkotaan dan psikologi sosial. Sementara beberapa penelitian membantah dampak kuat kepadatan penduduk terhadap perilaku manusia, eksperimen Calhoun masih menimbulkan pertanyaan: Apakah kita menghadapi nasib yang sama dengan penurunan perilaku yang diamatinya di kota-kota yang semakin padat?