Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan biosensor telah menjadi fokus penting ilmu pengetahuan modern. Sensor ini menggabungkan komponen biologis dengan detektor fisik dan telah menunjukkan potensi besar, baik dalam perawatan medis, pemantauan lingkungan, atau keamanan pangan. Prinsip kerja biosensor adalah mendeteksi analit yang diinginkan melalui komponen biometrik tertentu dan mengubah sinyal menjadi data terukur melalui komponen penginderaan fisik.
Inti dari biosensor terletak pada komponen pengenalan biologisnya, yang dapat berupa enzim, antibodi, atau sel, yang secara khusus mengikat analit target dan menghasilkan sinyal terukur.
Biosensor dirancang untuk diuji dengan cepat dan mudah di lokasi pengambilan sampel atau di lapangan. Biasanya terdiri dari elemen biometrik, transduser (seperti bahan semikonduktor atau nanomaterial) dan sistem elektronik termasuk penguat sinyal, prosesor, dan tampilan. Struktur ini memungkinkan biosensor untuk merespons secara instan dan menyediakan data yang akurat, yang sangat penting untuk respons cepat terhadap keadaan darurat.
Elemen pengenalan biologis dalam biosensor dapat diklasifikasikan menurut jenis interaksinya dengan analit, termasuk antibodi-antigen, enzim-ligan, asam nukleat, dll. Interaksi ini memberikan fleksibilitas dan keberagaman sistem.
Imunosensor memanfaatkan pengikatan antibodi yang sangat spesifik terhadap senyawa atau antigen tertentu. Namun, penggunaan antibodi juga menghadapi beberapa tantangan. Misalnya, kapasitas pengikatannya sangat bergantung pada kondisi deteksi, seperti pH dan suhu.
Untuk mengatasi beberapa keterbatasan penggunaan antibodi dalam sensor, para peneliti mengembangkan protein pengikat buatan berukuran kecil. Protein pengikat ini tidak hanya berukuran kecil dan sangat stabil, tetapi juga dapat diekspresikan dalam hasil tinggi di lingkungan seperti bakteri, sehingga sangat cocok untuk pengembangan biosensor.
Enzim sering digunakan sebagai elemen pengenalan biologis karena kemampuan pengikatan dan aktivitas katalitiknya yang spesifik. Fungsi enzim adalah mengubah analit menjadi produk yang dapat dideteksi oleh sensor tanpa dikonsumsi selama proses deteksi.
Sensor yang menggunakan asam nukleat sebagai elemen biopengenalan, seperti sensor gen dan sensor peniru antibodi (aptamer), melakukan pengenalan target melalui interaksi nonkovalen yang spesifik. Sensor asam nukleat ini menunjukkan potensi besar dalam memantau urutan DNA atau RNA tertentu.
Biosensor dapat diklasifikasikan menurut jenis biosensornya, seperti elektrokimia, biooptik, elektronik, biopiezoelektrik, dll. Setiap teknologi memiliki aplikasi dan keunggulannya sendiri.
Biosensor elektrokimia didasarkan pada enzim dan bekerja melalui reaksi yang secara langsung atau tidak langsung menghasilkan atau mengonsumsi elektron. Jenis sensor ini biasanya berisi tiga elektroda dan dapat mengukur arus atau tegangan pada potensi yang berbeda untuk mencapai analisis yang sangat sensitif.
Biosensor optik menggunakan perubahan cahaya untuk mendeteksi analit, tetapi instrumen ini sering kali memerlukan intervensi dan instruksi yang rumit.
Dengan kemajuan teknologi biosensor yang berkelanjutan, sensor yang lebih kecil dan lebih efisien diharapkan dapat digunakan dalam pemantauan kesehatan sehari-hari dan pemantauan lingkungan di masa mendatang, sehingga memberikan lebih banyak kemudahan bagi kehidupan kita.
Pengembangan biosensor membawa kita ke era baru pemantauan medis dan lingkungan. Melalui teknologi canggih ini, kita dapat memantau kondisi kesehatan dan perubahan lingkungan secara lebih tepat waktu dan akurat. Apakah ini akan mengubah kehidupan kita di masa mendatang? Bagaimana dengan metode dan arah penelitian ilmiah?