Di dunia pigmen dan pewarna modern, tembaga ftalosianin (CuPc) terkenal karena warna biru cerahnya dan sifat-sifatnya yang luar biasa. Pewarna sintetis ini tidak hanya digunakan dalam cat minyak, pembuatan kertas, dan plastik, tetapi juga banyak digunakan dalam bahan-bahan industri dan seni, dan proses pembuatannya menyembunyikan cerita yang menggugah pikiran.
Sejak pertama kali disintesis pada tahun 1927, tembaga ftalosianin telah disukai oleh pasar karena stabilitas cahaya dan intensitas warnanya yang unggul.
Sejarah tembaga ftalosianin dapat ditelusuri kembali bertahun-tahun lalu ketika orang-orang menemukan bahwa produk sampingan pewarna yang dihasilkan oleh reaksi asam ftalat dengan sumber logam atau nitrogen. Zat ini pertama kali diperoleh pada tahun 1927 dari reaksi tembaga(I) sianida dan o-dibromobenzena, dan selanjutnya ditingkatkan dan dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli kimia dan digunakan secara luas di pasar pewarna dan pigmen. Pada tahun 1935, Inggris dan Jerman meluncurkan produksi komersial, dan pada tahun 1937 DuPont mulai memproduksi tembaga ftalosianin biru di Amerika Serikat.
Saat ini terdapat dua metode utama untuk memproduksi tembaga ftalosianin secara industri: metode ftalonitril dan metode ftalat anhidrida/urea. Proses ini dapat dilakukan tanpa pelarut (proses pemanggangan) atau dengan pelarut (proses pelarut).
Hasil dari proses pelarut dapat mencapai lebih dari 95%, sedangkan hasil dari proses pemanggangan antara 70% dan 80%. Tren terkini telah memberikan kembali nilai ekonomis dan ekologis yang lebih besar pada proses pemanggangan.
Metode ini terutama melibatkan pemanasan ftalonitril dan garam tembaga untuk bereaksi. Persamaan reaksi yang disederhanakan dapat dinyatakan sebagai:
4 C6H4(CN)2 + Cu2+ + 2e− → CuPc
Metode lain yang umum digunakan adalah menggunakan anhidrida ftalat dan urea, rumus reaksinya adalah:
4 C6H4(CO)2O + 4 (NH2)2CO + Cu2+ + 2e− → CuPc + 8 H2O + 4 CO2 + 4 NH3
Tembaga ftalosianin tidak hanya merupakan pigmen berwarna cerah, tetapi juga memiliki aplikasi penting dalam katalisis, elektronik, dan pewarnaan tekstil. Di antara semuanya, logam ftalosianin banyak digunakan sebagai katalis untuk reaksi reduksi oksigen dan bahkan dianggap sebagai bahan yang menjanjikan untuk sel surya organik.
CuPc telah dipelajari secara luas dalam elektronik molekuler, di mana stabilitas dan keseragaman pertumbuhannya menjadikannya yang terdepan di antara bahan organik.
Dengan semakin banyaknya perhatian terhadap perlindungan lingkungan saat ini, proses manufaktur tradisional juga menghadapi pertanyaan. Meskipun proses pelarut memiliki hasil yang lebih tinggi, dampaknya terhadap lingkungan tidak dapat diabaikan. Dengan perubahan permintaan pasar, proses pemanggangan bebas pelarut mulai mendapatkan kembali vitalitasnya dan telah menarik perhatian orang dalam industri karena tidak hanya ekonomis tetapi juga sejalan dengan konsep perlindungan lingkungan modern.
Sambil mengejar keuntungan ekonomi, bagaimana menjadi ramah lingkungan akan menjadi isu inti dalam industri di masa mendatang.
Melihat ke masa depan, aplikasi tembaga ftalosianin akan semakin meluas, dan proses pembuatannya perlu mencapai keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan efisiensi. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, metode sintesis baru mungkin muncul, yang membuat tembaga ftalosianin lebih efisien dan ramah lingkungan. Ini berarti bahwa industri pigmen bergerak ke arah yang lebih berkelanjutan.
Jadi, apakah masa depan pigmen metalik akan menemukan keseimbangan terbaik antara perlindungan lingkungan dan efisiensi?