Nyeri merupakan sistem yang memungkinkan kita merespons secara tepat waktu untuk menghindari cedera dan melindungi tubuh kita. Namun, bagi sebagian orang, sistem ini tidak bekerja dengan baik. CIPA (Congenital Painlessness) merupakan penyakit genetik langka yang menyebabkan pasien tidak dapat merasakan nyeri, yang membuat mereka sering kali kurang waspada saat menghadapi potensi bahaya. Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan: Seberapa pentingkah nyeri bagi kelangsungan hidup?
Meskipun ketidakmampuan merasakan nyeri mungkin tampak seperti suatu keuntungan, hal itu dapat menyebabkan kecelakaan dan cedera yang lebih serius.
Analgesia kongenital merupakan kelainan yang disebabkan oleh mutasi genetik yang memengaruhi neuron sensorik yang bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal nyeri. Hal ini menyebabkan pasien tidak dapat merespons tepat waktu saat mereka terluka, terinfeksi, atau bahkan menghadapi bahaya. Kerusakan parah mungkin telah terjadi sebelum pasien menyadari adanya bahaya fisik. Misalnya, anak-anak mungkin menggigit jari mereka sendiri tanpa menyadarinya, atau membiarkan tangan mereka di atas kompor.
Persepsi nyeri merupakan proses kompleks yang melibatkan berbagai reaksi neuronal dan biokimia. Biasanya, rangsangan nyeri ditransmisikan oleh neuron sensorik perifer ke sistem saraf pusat, yang kemudian diubah menjadi nyeri. Gangguan apa pun dalam proses ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi nyeri. Misalnya, neuron pada orang dengan CIPA tidak berfungsi dengan benar, menyebabkan mereka sama sekali tidak dapat merasakan nyeri.
Selain faktor genetik, faktor eksternal, seperti pengobatan, juga dapat memengaruhi persepsi nyeri kita secara signifikan. Narkotika, analgesik, dan zat kimia lain yang mengurangi kepekaan terhadap nyeri bekerja dengan cara yang berbeda. Dari semua itu, opioid mengurangi nyeri dengan bekerja pada sistem saraf pusat, sebagian karena opioid tersebut meniru opioid endogen yang terjadi secara alami dalam tubuh yang dilepaskan sebagai respons terhadap nyeri atau stres.
Pelepasan opioid endogen memodulasi persepsi nyeri selama latihan dan emosi yang intens.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kondisi emosional memiliki dampak yang mendalam pada persepsi nyeri. Misalnya, dalam situasi yang menakutkan, tubuh dapat melepaskan adrenalin dan sinyal kimia lainnya, yang mengakibatkan penurunan sementara dalam persepsi nyeri. Respons ini mungkin untuk memungkinkan makhluk tersebut melarikan diri dengan lebih baik saat terancam, karena nyeri apa pun dapat menghambat kecepatan melarikan diri.
Selain CIPA, kondisi medis tertentu, seperti diabetes atau tekanan darah tinggi, juga dapat menyebabkan penurunan persepsi nyeri. Hal ini karena penyakit ini dapat mengganggu fungsi sistem saraf, sehingga mencegah transmisi nyeri yang normal. Misalnya, penderita diabetes sering menghadapi neuropati perifer, yang menyebabkan mereka mengalami penurunan persepsi nyeri, sehingga sulit bagi mereka untuk mendeteksi potensi masalah pada tubuh mereka.
Jika digabungkan, CIPA dan faktor-faktor lain mengungkap berbagai aspek nyeri dan pentingnya nyeri dalam kelangsungan hidup. Seiring dengan meningkatnya pemahaman kita tentang kondisi ini, sains harus lebih jauh mengeksplorasi mekanisme yang lebih kompleks yang mendasari persepsi nyeri. Menghadapi ketidakmampuan untuk merasakan nyeri, dapatkah kita memikirkan kembali peran dan signifikansi nyeri dalam kehidupan kita?