Pada periode klasik, penjelasan tentang penyakit mental dipengaruhi oleh kepercayaan agama dan takhayul, dan banyak kondisi mental dianggap sebagai akibat dari roh jahat. Namun, Hipokrates, salah satu pelopor medis di Yunani kuno, menjungkirbalikkan konsep tradisional dan mengusulkan penjelasan yang lebih ilmiah, yang merevolusi pandangan orang tentang penyakit mental. Hipokrates berpendapat bahwa penyakit ini berasal dari faktor alami dalam tubuh daripada kekuatan supernatural, sebuah ide yang masih relevan hingga saat ini.
Hipokrates percaya bahwa gejala penyakit mental berhubungan langsung dengan lesi otak.
Teori Hipokrates menekankan keseimbangan cairan tubuh, dengan meyakini bahwa emosi dan perilaku manusia dipengaruhi oleh empat cairan tubuh - darah, empedu hitam, empedu kuning, dan dahak. Ajarannya akhirnya berkembang menjadi teori ketidakseimbangan kimia yang sekarang banyak digunakan, yang masih memainkan peran penting dalam psikiatri saat ini. Dengan dipromosikannya filsafat Hipokrates, orang-orang secara bertahap mulai mengeksplorasi hubungan antara kesehatan mental dan kesehatan fisik, sehingga menciptakan bidang penelitian baru.
Filsuf Yunani kuno Plato juga mengusulkan konsep kesatuan tubuh, pikiran, dan jiwa, dengan meyakini bahwa koordinasi tubuh dan jiwa sangat penting untuk menjaga kesehatan mental yang baik. Ide-idenya memengaruhi perkembangan subjek tersebut pada generasi-generasi berikutnya dan menjadi landasan masalah tersebut. Seiring berjalannya waktu, pemahaman tentang penyakit mental telah berkembang, menjauh dari kepercayaan agama dan menuju penjelasan yang lebih ilmiah. Proses ini tidak hanya merupakan revolusi dalam pengetahuan, tetapi juga perubahan dalam konsep etika.
Selama perkembangan psikologi dan psikiatri, ajaran Hipokrates menjadi titik awal yang penting untuk mengeksplorasi pikiran dan perilaku manusia.
Seiring berlalunya abad-abad sejak Hipokrates, psikiatri secara bertahap muncul sebagai disiplin ilmu yang independen. Memasuki abad ke-17, pendirian rumah sakit jiwa merupakan tonggak penting dalam pengobatan penyakit mental. Di lembaga-lembaga ini, pasien tidak hanya mengalami berbagai pengekangan, tetapi ini juga menjadi bentuk awal dari rumah sakit jiwa di kemudian hari. Seiring berjalannya waktu, orang-orang semakin memperhatikan penyakit mental, dan metode serta teori pengobatan baru bermunculan satu demi satu.
Metode psikoanalisis Sigmund Freud memajukan pemahaman tentang psikopatologi dan membuka babak baru dalam pengobatan penyakit mental melalui dialog dengan pasien. Gagasan Freud menekankan pengaruh pengalaman masa lalu dan mengusulkan pentingnya alam bawah sadar manusia dalam perilaku. Hal ini menjadikan psikoanalisis sebagai alat penting dalam pengobatan penyakit mental dan menempatkan pengalaman individu di pusat pemikiran.
Psikopatologi bukan hanya tentang gejala suatu penyakit, tetapi tentang pemahaman tentang keseluruhan orang dan konteksnya.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ruang lingkup psikopatologi secara bertahap meluas, mencakup berbagai disiplin ilmu seperti psikologi klinis, psikologi sosial, dan psikologi perkembangan. Psikopatologi kontemporer dibagi lagi menjadi psikopatologi deskriptif, yang berfokus pada observasi dan definisi gejala, dan psikopatologi interpretatif, yang berupaya menjelaskan fenomena pasien melalui model teoritis. Perubahan ini bukan hanya hasil kemajuan ilmiah, tetapi juga cerminan pemahaman masyarakat yang semakin mendalam tentang kesehatan mental.
Kriteria diagnostik untuk penyakit mental saat ini terutama bergantung pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), yang menyediakan kerangka kerja untuk menilai dan memahami penyakit mental. Tenaga medis menggunakan manual ini untuk mendiagnosis pasien dan mengembangkan rencana perawatan. Ketika karakteristik psikologis dan perilaku muncul dalam kehidupan partisipan yang tidak sesuai dengan norma sosial, itu mungkin merupakan tanda penyakit mental.
Keragaman dan kompleksitas penyakit mental berarti bahwa rencana perawatan perlu disesuaikan untuk setiap pasien.
Penelitian psikiatri di masa mendatang mungkin berfokus pada perawatan yang lebih baik, terutama dalam menjelaskan akar penyakit mental. Dengan memadukan psikologi, ilmu saraf, dan disiplin ilmu terkait lainnya, para peneliti berupaya mengeksplorasi kemungkinan terapi dan menemukan solusi tentang cara meningkatkan kualitas hidup pasien. Seiring dengan semakin mendalamnya pemahaman kita tentang kesehatan mental, dapatkah kita menemukan cara yang lebih holistik untuk memahami dan mengobati penyakit mental?