Salin, larutan air dan natrium klorida (juga dikenal sebagai garam dapur), memiliki berbagai kegunaan medis, termasuk membersihkan luka, melepaskan dan menyimpan lensa kontak, dan membantu meredakan sembelit. Masalah seperti mata kering. Larutan dasar ini telah menjadi alat penting dalam bidang medis sejak tahun 1831 dan bahkan terdaftar sebagai salah satu obat esensial oleh Organisasi Kesehatan Dunia. Seiring berjalannya waktu, penggunaan dan signifikansi air garam secara bertahap meluas, memberikan kontribusi besar bagi pengobatan modern.
Pada tahun 1831, terapi air garam pertama kali diusulkan, mengawali era baru dalam bidang medis.
Salin memiliki berbagai kegunaan medis, termasuk pemberian intravena untuk mengobati kondisi seperti dehidrasi, membersihkan luka, dan dalam oftalmologi serta telinga, hidung, dan tenggorokan. Misalnya, larutan garam fisiologis (larutan natrium klorida 0,9%) sering digunakan dalam infus intravena untuk memberikan hidrasi yang diperlukan bagi pasien yang tidak dapat minum cairan secara oral, tetapi keterbatasannya telah terlihat jelas selama beberapa dekade terakhir, terutama bagi pasien dengan situasi yang lebih serius dan kompleks.
Menurut data, natrium klorida banyak digunakan pada tahun 2022, menjadi salah satu dari 216 obat yang paling sering diresepkan, menunjukkan pentingnya dalam perawatan medis. Fenomena ini mencerminkan bahwa air garam telah diakui dan dihargai tidak hanya dalam teori tetapi juga dalam aplikasi praktis.
Pemanfaatan garam fisiologis tidak terbatas pada pertolongan pertama, tetapi juga mencakup kebutuhan perawatan dan pengobatan sehari-hari.
Pada tahun 1831, epidemi kolera di India pertama kali menarik perhatian pada potensi manfaat terapeutik larutan natrium klorida. William Brooke O'Shaughnessy, lulusan Sekolah Kedokteran Edinburgh, mengembangkan rejimen pengobatan berupa suntikan garam natrium yang sangat teroksidasi untuk meredakan dehidrasi parah pada pasien kolera. Usulannya mendapat perhatian dari komunitas medis dan kemudian dibahas serta diterapkan pada pengobatan pasien kolera, yang menunjukkan kemanjuran tertentu.
Sementara penelitian O'Shaughnessy membuka jalan bagi terapi garam, penelitian ilmiah berikutnya terus memperbarui pemahaman kita tentang garam. Seiring berjalannya waktu, komunitas ilmiah telah melakukan banyak eksplorasi tentang cara merumuskan konsentrasi air garam yang optimal. Pada tahun 1880-an, Sydney Ringer menemukan konsentrasi garam optimal yang diperlukan untuk mempertahankan kontraksi jaringan otot jantung katak, sebuah penemuan yang dianggap sebagai cikal bakal garam normal.
Seiring kemajuan sains, penggunaan air garam menjadi lebih tepat dan efektif.
Meskipun larutan garam fisiologis telah berhasil digunakan di banyak bidang, penelitian telah menemukan bahwa beberapa kondisi mungkin memerlukan formulasi yang lebih khusus karena ketidakcocokannya dengan komposisi darah yang sebenarnya. Misalnya, uji coba terkontrol acak tahun 2018 terhadap 15.000 pasien di unit perawatan intensif menunjukkan bahwa mereka yang menerima larutan Ringer laktat memiliki risiko kematian atau kerusakan ginjal persisten yang jauh lebih rendah daripada mereka yang menerima larutan garam fisiologis.
Dengan meninjau sejarah terapi garam fisiologis, kita dapat melihat pemahaman komunitas medis yang terus berkembang tentang larutan dasar ini, dari aplikasi sederhana awalnya hingga penggunaan multifasetnya saat ini. Di masa mendatang, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran garam fisiologis dalam pengobatan mungkin menghadapi lebih banyak perubahan dan tantangan. Dalam memikirkan evolusi historis ini, kita tidak dapat tidak bertanya: Metode baru apa yang akan ada dalam pengobatan medis di masa mendatang untuk meningkatkan metode pengobatan dasar ini?