Dalam beberapa dekade terakhir, komunitas ilmiah telah melakukan eksplorasi mendalam tentang batas-batas antara fisika kuantum dan fisika klasik, terutama melalui teknologi interferometri atom yang sedang berkembang. Ilmuwan seperti penjelajah, mengungkap molekul besar dan peran uniknya di dunia kuantum.
Interferometer atom menggunakan karakteristik gelombang dari gelombang atom untuk melakukan pengukuran interferensi. Ini adalah alat pengukuran yang unik dan canggih. Proses operasinya persis kebalikan dari interferometer laser. Di sini, laser bertanggung jawab untuk pemisahan dan refleksi, dan atom-atom menjadi pusat perhatian.
Prinsip kerja interferometer atom adalah mengukur perbedaan fase gelombang material atom pada lintasan yang berbeda, yang membuatnya memainkan peran penting dalam pengujian fisika dasar. Ia dapat mengukur konstanta gravitasi, konstanta struktur halus, dan universalitas jatuh bebas.
Berfokus pada teknologi interferensi atom dan molekul, alat ini memberikan akurasi pengukuran yang belum pernah ada sebelumnya. Frekuensi dan akurasi yang ditawarkan oleh atom merupakan keunggulan yang jelas dibandingkan jangkauan optik. Namun, atom juga lebih rentan terhadap efek gravitasi, yang mengharuskan para ilmuwan untuk berinovasi dalam desain untuk mengurangi efek ini. Dalam beberapa eksperimen, atom bahkan saling mengganggu saat jatuh bebas.
Di antara berbagai jenis eksperimen, beberapa desain eksperimen menggunakan daya laser untuk membelah dan memantulkan gelombang materi. Aplikasi ini telah menjadikan interferometer atom sebagai teknologi inti dalam bidang fisika gravitasi, navigasi inersia, dan penginderaan rotasi.
Misalnya, penelitian terkini telah menunjukkan bahwa interferometer atom dapat beroperasi di lingkungan dunia nyata, menjadikannya alat yang luar biasa untuk menguji spektroskopi gravitasi dan efek kuantum tertentu.
Sejarah interferensi atom dapat ditelusuri kembali ke tahun 1930, ketika Emanuel Estermann dan Otto Stern pertama kali mengamati difraksi sinar natrium yang melewati permukaan natrium klorida. Seiring kemajuan teknologi, laporan pertama tentang interferometer atom modern pada tahun 1991 menandai kelahiran kembali eksperimen tersebut, dengan menggunakan atom helium metastabil dengan celah ganda berskala mikron.
Segera setelah itu, tim peneliti MIT juga mendemonstrasikan teknologi katalitik lain untuk interferensi atom, yang selanjutnya mengungkap misteri hamburan gelombang materi atom. Bersamaan dengan eksperimen lebih lanjut dengan molekul yang lebih besar dan lebih kompleks seperti senyawa hidroksil dan produk yang lebih berat, studi ini memberikan wawasan baru untuk memahami persimpangan kuantum dan klasik.
Data eksperimen ini tidak hanya menunjukkan bagaimana molekul besar menunjukkan fluktuasi kuantum, tetapi juga merupakan kunci bagaimana kita memahami antarmuka antara dunia kuantum dan klasik.
Saat ini, interferometer atom tidak lagi terbatas pada penelitian di laboratorium, tetapi juga telah mulai digunakan dalam berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pengukuran perubahan gravitasi yang tepat dapat digunakan untuk memprediksi bencana alam atau memungkinkan navigasi presisi di bidang kedirgantaraan.
Pada saat yang sama, para ilmuwan bekerja keras untuk menemukan lebih banyak dukungan eksperimental dan teoritis untuk memverifikasi pengamatan saat ini. Secara khusus, bagaimana cara mengeksplorasi lebih lanjut eksperimen interferensi makromolekul tidak diragukan lagi akan membawa pemahaman yang lebih dalam tentang dunia kuantum kita.
Namun, eksplorasi ini masih merupakan bagian dari kognisi, dan kita mungkin harus merenungkan sebuah pertanyaan: Berapa banyak misteri yang belum terpecahkan yang menunggu untuk kita ungkap di persimpangan kuantum dan klasik?