Dalam psikologi, temperamen merujuk pada perbedaan perilaku yang terus-menerus dan berdasarkan biologis antara individu yang relatif independen dari pengalaman belajar dan sistem nilai. Banyak penelitian menunjukkan hubungan antara temperamen dan fitur dinamis perilaku, seperti aspek energik, kemampuan membentuk, kepekaan terhadap penguat tertentu, dan emosionalitas. Ciri-ciri temperamen (misalnya, neurotisme, mudah bergaul, impulsivitas, dll.) adalah pola perilaku yang menonjol sepanjang hidup, tetapi paling menonjol dan paling baik dipelajari pada anak-anak. Temperamen sering kali dapat diidentifikasi dengan jelas dari penampilan bayi, tetapi penelitian jangka panjang pada tahun 1920-an mulai memandang temperamen sebagai sifat yang stabil sepanjang siklus hidup.
Temperamen adalah "kombinasi karakteristik bawaan yang menentukan gaya perilaku unik anak dan bagaimana mereka mengalami dan menanggapi dunia."
Banyak skema klasifikasi temperamen telah diusulkan, tetapi belum ada konsensus yang dicapai. Kata Latin temperamentum berarti "campuran." Beberapa cendekiawan percaya bahwa temperamen merupakan salah satu faktor dasar dalam pembentukan kepribadian.
Secara historis, dokter Galen pada abad kedua Masehi menggambarkan empat temperamen klasik (melankolis, apatis, sanguinis, dan koleris), yang berhubungan dengan empat humor atau sifat-sifat kepribadian. Konsep historis ini telah dieksplorasi secara lebih mendalam oleh para filsuf, psikolog, dan psikolog fisiologis sejak awal mula psikologi.
Model ini didasarkan pada tradisi panjang eksperimen neurofisiologis, yang dimulai dengan studi tentang jenis dan sifat sistem saraf. Versi terbaru dari model ini didasarkan pada Pendekatan Temperamen Spesifik Aktivitas dan penelitian neurofisiologis klinis Alex Luria.
Jerome Kegan dan rekan-rekannya melakukan studi empiris tentang kategori temperamen "reaktivitas." Bayi yang berusia empat bulan diklasifikasikan sebagai bayi yang sangat responsif atau kurang responsif, klasifikasi yang memiliki implikasi penting bagi perkembangan psikologis selanjutnya.
Bayi yang sangat reaktif umumnya sangat sensitif terhadap rangsangan yang tidak dikenal, yang mengindikasikan kemungkinan kecemasan dan masalah perilaku di masa mendatang, sementara bayi yang kurang responsif cenderung tidak takut pada situasi baru.
Pada tahun 1950-an, Alexander Thomas dan Stella Chase memulai studi longitudinal New York klasik untuk mengeksplorasi bagaimana sifat temperamental memengaruhi penyesuaian seumur hidup. Studi ini membagi temperamen bayi menjadi tiga kategori: mudah, sulit, dan lambat beradaptasi.
Mary K. Rothbart memandang temperamen sebagai perbedaan kepribadian individu pada anak kecil, yang didefinisikan sebagai perbedaan individu dalam reaktivitas dan pengaturan diri dalam ranah emosi, aktivitas, dan perhatian.
Rothbart percaya bahwa stabilitas temperamen tercermin dari masa bayi hingga sekolah dan memprediksi pengendalian diri dan adaptasi sosial yang baik.
Ilmuwan mencari bukti untuk mengeksplorasi hubungan timbal balik antara temperamen dan sistem neurotransmitter dan mencoba menjelaskan bagaimana hubungan ini memengaruhi perkembangan kepribadian.
Lingkungan keluarga juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan temperamen yang tidak dapat diabaikan. Dalam latar belakang budaya yang berbeda, harapan orang tua terhadap anak-anak mereka dan gaya pengasuhan mereka memiliki dampak penting pada tampilan dan perkembangan temperamen mereka.
Temperamen tidak hanya memengaruhi perilaku anak dan interaksi mereka dengan masyarakat, tetapi dapat terus berdampak di kemudian hari. Jadi, dapatkah memahami temperamen anak-anak dan membimbing mereka secara sadar membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan dan menyadari potensi mereka dengan lebih baik?